Ketua Pengurus Besar NU Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan, Robikin Emhas, mengatakan kiai-kiai di berbagai daerah kecewa dengan keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Facrul Razi sebagai Menteri Agama.
"Saya dan pengurus lainnya banyak mendapat pertanyaan terkait Menteri Agama. Selain pertanyaan, banyak kiai dari berbagai daerah yang menyatakan kekecewaannya dengan nada protes," kata Robikin dalam keterangan tertulis, yang juga dimuat situs resmi organisasi tersebut, nu.or.id.
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, Purwo Santoso melihat kegelisahan semacam itu sebagai sesuatu yang wajar.
“Karena memang kontestasinya sangat keras dalam pemilu yang lalu, dan kemudian pengelolaan konflik antar pihak-pihak yang terlibat itu sangat melelahkan. Ya, bisa dimengerti dari segi psikologi jika terjadi semacam itu,” kata Purwo kepada VOA.
Your browser doesn’t support HTML5
Pemilihan Fachrul Razi, yang berlatar belakang militer, sebagai Menteri Agama tampaknya terkait soal radikalisme yang menjadi titik lemah pemerintah. Pemilihan itu mengindikasikan pemerintah akan memainkan politik identitas.
Di sisi yang lain, kata Purwo, NU sejak lama bermain politik kultural.
Kekecewaan muncul karena aspirasi politik kultural tidak tersalurkan, penggunaan politik identitas dan kemungkinan langkah represif terhadap kelompok tertentu. Padahal yang diharapkan adalah regularisasi agama dengan pendekatan kultural, seperti yang dilakukan NU selama ini.
Namun, Purwo membatasi ini sebagai ekspresi psikologis yang akan hilang seiring waktu. Ekspresi itu akan berjalan seiring dengan pamahaman ketatanegaraan, rambu-rambu politik, dan kehidupan bernegara. Purwo mengatakan semua akan mengendap dan selesai karena meyakini bahwa meminta jabatan adalah tabu dalam kultur NU.
Pertanyaan dan kegelisahan secara umum muncul di lingkungan pendukung Jokowi. Hanura, PKPI, dan PBB sejauh ini menjadi partai yang belum kebagian kursi. Presiden Jokowi sendiri sudah meminta maaf kepada pihak-pihak yang tidak terwakili dalam kabinet.
"Tidak mudah menyusun kabinet yang harus beragam karena memang Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. Oleh sebab itu, saya sadar mungkin yang senang atau yang gembira karena terwakili dalam kabinet itu hanya 34 orang yang dilantik,” ujar Jokowi di Jakarta, Sabtu (26/10).
Meneropong Peran Ma’ruf Amin
Pertanyaan besar juga masih menggelayut adalah bagaimana peran Ma’ruf Amin ke depan. Amin akan menggantikan Jusuf Kalla (JK) yang menurut Purwo, adalah politisi, pebisnis dan publik figur. Selama mendampingi Jokowi, JK memainkan tiga peran itu dengan optimal. Karena itu, tidak mengherankan apabila JK dinamis dan performanya sangat tinggi dalam pemerintahan.
“Nah, Pak Kyai Ma’ruf memang lebih menonjol kekyaiannya, dan kyai ini artikulasinya bersifat kultural. Saya memang tidak punya optimisme, bahwa konsep- konsep yang diusung bisa dieksekusi oleh para teknokrat, para birokrat yang di bawah presiden,” kata Purwo .
Purwo mengingatkan, ketika kampanye Pilpres, Ma’ruf Amin mengusung konsep Arus Baru Ekonomi Umat. Sementara kenyataannya, saat ini yang terjadi adalah arus baru kapitalisme. Sebagian menteri-menteri Jokowi, lanjutnya, bahkan menjadi agen langsung kapitalisme baru itu. Kapitalisme baru itu, menggeser kontestasi menjadi kolaborasi dan mengubah dari persaingan menjadi solidaritas dan empati. Purwo menyebut, nilai-nilai itu sebagai sangat NU.
Namun sampai saat ini, belum ada perbincangan mengenai penyelarasan arus kapitalisme baru dengan konsep arus baru ekonomi umat yang digaungkanMa’ruf Amin. Padahal NU berharap, konsep ini diterapkan sehingga apa yang berkembang di dunia, dapat diterapkan di Indonesia dengan ciri lokal yang kuat. Penerapan prinsip NU dalam tata kelola ekonomi baru akan membuat organisasi ini merasa lebih nyaman. Ma’ruf Amin akan memegang peranan dalam memperjuangkan pengaruh itu dalam pemerintahan, sebagaimana tagline Islam Nusantara digaungkan selama ini.
“Arus baru ekonomi umat itu dikomunikasikan sebagai adaptasi terhadap kapitalisme. Saya agak kurang nyaman dengan romantisasi start up, dan start up itu bagi saya adalah generasi baru kapitalisme zaman sekarang. Dan watak kapitalistiknya tidak dibicarakan disini. Padahal arus baru itu sebenarnya ingin mengoreksi watak kapitalistik ekonomi. Sehingga dalam teknologi dan teknokrasi watak kolaborasi, empati dan solidaritas ditonjolkan,” tambah Purwo.
Jokowi Sudah Ukur Respon NU
Pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Andi Ali Said Akbar menilai, Jokowi memberi perhatian sangat besar bagi NU selama ini. Mislanya, pada awal proses pencarian calon wakil presiden, Jokowi mempertimbangkan nama Mahfud MD. Figur ini tentunya erat dengan kaum nahdliyin. Pergolakan politik mengubah pilihan itu. Tetapi Jokowi tetap tidak berpaling dari NU sehingga muncullah nama Ma’ruf Amin.
Ali melihat, pilihan Jokowi pada figur NU antara lain disebabkan kemampuan organisasi ini menempatkan diri sesuai proporsi, dalam percaturan politik.
“Bagaimana NU menangani dinamika bangsa, tidaklah seperti praktik-praktik politik lain yang cenderung menaikkan eskalasi konflik ketika ada ketidaksepakatan. Kalau kita lihat, PKB relatif moderat menerima masukan karena ada pendekatan elit, programatik sampai pada simbol wakil presiden. Saya kira itu sudah sangat menunjukkan, bagaimana NU sangat terhormat dalam posisi kontestasi itu,” kata Ali.
Karena itu, menurut Ali, warga Nahdliyin harus melihat bagaimana Jokowi memberi tempat secara utuh, tidak sepotong dalam soal penyusunan kabinet saja.
Setidaknya ada tiga titik yang harus diperhatikan. Pertama adalah komunikasi elit, dimana Jokowi cukup intens membangun pengertian dengan pimpinan NU dan PKB sebagai salah satu wadah politiknya. Jokowi juga memiliki komitmen program, seperti lahirnya UU Pesantren dan skema bantuan ekonomi ke pesantren. Ketiga, adalah pemilihan kader NU, dalam hal ini Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden.
Ali menghitung, Jokowi relatif percaya diri dalam menyusun kabinet karena tahu elektabilitas dirinya sendiri cukup kuat sampai sekarang. Dengan meminimalkan pengaruh partai di kabinet, Jokowi ingin mengurangi beban yang menghambat kinerja para pembantunya nanti. Jokowi juga yakin, Cak Imin mampu mengambil jalan moderat bagi PKB dalam menyikapi pilihan politik terkait penyusunan kabinet tersebut. Sementara Ma’ruf Amin akan berperan dalam mendinginkan suasana internal NU.
Di sisi yang lain, bergesernya jatah NU yang kini dipegang militer sebagai Menteri Agama juga menandakan perubahan pemikiran Jokowi ke depan. Ali mengatakan, selama ini Kementerian Agama lebih diidentikkan dengan pengelolaan haji, pendidikan agama atau industri halal. Dengan menunjuk Fachrul Razi, Jokowi ingin solidaritas sosial dan identitas kebangsaan dibangun melalui menteri agama, dengan mengefektifkan deradikalisasi dan program anti terorisme.
“Saya kira ini kejutan Jokowi, melihat tantangan empiris bangsa bahwa pengelolaan pendidikan agama, toleransi dan sebagainya sudah relatif bagus. Yang kita butuhkan adalah agama lebih memiliki fungsi-fungsi profetik sosial untuk berkontribusi terhadap penegakan toleransi dan semangat kebangsaan,” tambah Ali. [ns/ft]