Transaksi mencurigakan yang ditemukan oleh PPATK tidak hanya berasal dari rekening Akil, melainkan juga dari rekening perusahaan milik istri Akil.
JAKARTA —
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapati adanya aliran dana dari sejumlah calon kepala daerah kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar.
Kepala PPATK Muhammad Yusuf menyatakan pihaknya telah menyerahkan laporannya itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti. PPATK, ujar Yusuf melihat adanya hubungan transaksi yang dilakukan sejumlah calon kepala daerah dengan Akil Mochtar.
Meski dia enggan menyebut nama-nama calon kepala daerah tersebut, tetapi Yusuf mengatakan bahwa calon-calon kepala daerah itu berasal dari luar Jawa.
Ia menambahkan transaksi mencurigakan yang ditemukan oleh PPATK tidak hanya berasal dari rekening Akil, melainkan juga dari rekening perusahaan yang berkaitan dengan Akil.
Akil juga diduga melakukan pencucian uang melalui CV Ratu Sumagat, perusahaan yang dimiliki oleh istrinya, Ratu Rita.
PPATK menemukan adanya kejanggalan dalam hal transaksi keuangan CV tersebut. Sejak berdiri, perusahaan milik istri Akil itu tidak pernah mengeluarkan biaya operasional, namun terdapat aliran dana yang terus menerus masuk ke rekening perusahaan tersebut.
“Kita menemukan beberapa kasus mencurigakan. Pertama sifatnya tunai, jumlahnya besar dan berkali-kali. Ini sesuatu yang tidak wajar. Ternyata orang itu ada saat ini sebagai kepala daerah. Nah, dicari kepastiannya oleh penegak hukum, kalau kita hanya mengindikasikan, itupun berdasarkan kesamaan nama pola transaksi, frekuensi transaksi, jumlah transaksi,” ujarnya.
KPK secara resmi telah menjerat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan KPK telah memiliki bukti tindak pidana korupsi yang dilakukan Akil Mochtar bahkan sebelum menjadi Ketua MK.
“Undang-undang No. 8/2010 berlakunya kan tahun 2010. Kalau KPK hanya menggunakan itu, seolah-olah nanti aset dan kekayaan yang dilakukan hanya yang di atas 2010, oleh karena itu dikenakan juga undang-undang yang sebelumnya,” ujarnya.
Untuk menghindari adanya suap di Mahkamah Konstitusi, pengamat tata negara dari Universitas Indonesia Refly Harun mengatakan proses perekrutan seorang hakim MK harus diperbaiki. Penentuan hakim konstitusi, menurutnya, harus terbuka dan transparan serta bebas dari kepentingan partai politik.
Perbaikan sistem perekrutan hakim lanjutnya penting agar ke depannya Mahkamah Konstitusi diisi oleh hakim-hakim yang benar-benar bersih.
“Kalau kita bicara kepentingan partai dan sebagainya, bagaimana kita mengamankan pemilu dan pemilukada oleh partai politik, karena kita tahu menang di pemilukada bagi partai politik itu adalah investasi untuk memenangkan pemilu legislatif, karena kita tahu kalau dia menjadi kepala daerah maka dia mempunyai peluang besar meraup suara,” ujarnya.
Akil ditangkap KPK karena diduga menerima suap terkait pengurusan sengketa pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten. Ia menerima Rp 3 miliar untuk pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas dan Rp1 miliar untuk sengketa pilkada Lebak, Banten.
Kepala PPATK Muhammad Yusuf menyatakan pihaknya telah menyerahkan laporannya itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti. PPATK, ujar Yusuf melihat adanya hubungan transaksi yang dilakukan sejumlah calon kepala daerah dengan Akil Mochtar.
Meski dia enggan menyebut nama-nama calon kepala daerah tersebut, tetapi Yusuf mengatakan bahwa calon-calon kepala daerah itu berasal dari luar Jawa.
Ia menambahkan transaksi mencurigakan yang ditemukan oleh PPATK tidak hanya berasal dari rekening Akil, melainkan juga dari rekening perusahaan yang berkaitan dengan Akil.
Akil juga diduga melakukan pencucian uang melalui CV Ratu Sumagat, perusahaan yang dimiliki oleh istrinya, Ratu Rita.
PPATK menemukan adanya kejanggalan dalam hal transaksi keuangan CV tersebut. Sejak berdiri, perusahaan milik istri Akil itu tidak pernah mengeluarkan biaya operasional, namun terdapat aliran dana yang terus menerus masuk ke rekening perusahaan tersebut.
“Kita menemukan beberapa kasus mencurigakan. Pertama sifatnya tunai, jumlahnya besar dan berkali-kali. Ini sesuatu yang tidak wajar. Ternyata orang itu ada saat ini sebagai kepala daerah. Nah, dicari kepastiannya oleh penegak hukum, kalau kita hanya mengindikasikan, itupun berdasarkan kesamaan nama pola transaksi, frekuensi transaksi, jumlah transaksi,” ujarnya.
KPK secara resmi telah menjerat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan KPK telah memiliki bukti tindak pidana korupsi yang dilakukan Akil Mochtar bahkan sebelum menjadi Ketua MK.
“Undang-undang No. 8/2010 berlakunya kan tahun 2010. Kalau KPK hanya menggunakan itu, seolah-olah nanti aset dan kekayaan yang dilakukan hanya yang di atas 2010, oleh karena itu dikenakan juga undang-undang yang sebelumnya,” ujarnya.
Untuk menghindari adanya suap di Mahkamah Konstitusi, pengamat tata negara dari Universitas Indonesia Refly Harun mengatakan proses perekrutan seorang hakim MK harus diperbaiki. Penentuan hakim konstitusi, menurutnya, harus terbuka dan transparan serta bebas dari kepentingan partai politik.
Perbaikan sistem perekrutan hakim lanjutnya penting agar ke depannya Mahkamah Konstitusi diisi oleh hakim-hakim yang benar-benar bersih.
“Kalau kita bicara kepentingan partai dan sebagainya, bagaimana kita mengamankan pemilu dan pemilukada oleh partai politik, karena kita tahu menang di pemilukada bagi partai politik itu adalah investasi untuk memenangkan pemilu legislatif, karena kita tahu kalau dia menjadi kepala daerah maka dia mempunyai peluang besar meraup suara,” ujarnya.
Akil ditangkap KPK karena diduga menerima suap terkait pengurusan sengketa pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten. Ia menerima Rp 3 miliar untuk pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas dan Rp1 miliar untuk sengketa pilkada Lebak, Banten.