Dua hari setelah dilantik, Menteri Luar Negeri Sugiono langsung bertolak ke Kazan, Rusia untuk memenuhi undangan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus 2024 yang diselenggarakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada 23-24 Oktober ini. Sugiono hadir sebagai Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto.
Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa kehadiran Sugiyono menunjukkan komitmen Indonesia untuk terus berperan aktif dalam forum-forum internasional dan memperkuat hubungan dengan seluruh negara, termasuk negara-negara anggota BRICS.
Dalam KTT BRICS Plus itu, Indonesia menyuarakan pesan penting perdamaian serta menyerukan pentingnya negara-negara berkembang dan Global South untuk bersatu, meningkatkan solidaritas, serta memainkan peran pentingnya dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih inklusif, adil, dan setara.
Aliansi BRICS yang awalnya beranggotakan Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini telah melebarkan sayapnya dengan merangkul Iran, Mesir, Ethiopia, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
Turki, Azerbaijan, dan Malaysia juga telah secara resmi mengajukan permohonan untuk menjadi anggota; diikuti sejumlah negara lain telah menyatakan minat mereka untuk bergabung.
KTT BRICS dengan negara-negara berkembang mengusung tema “BRICS and Global South: Joint Building of a Better World”. Putin juga telah mengundang negara-negara anggota BRICS, negara-negara non-anggota BRICS, dan organisasi internasional seperti Commonwealth of Independent States (CIS), Shanghai Cooperation Organization (SCO), dan Eurasian Economic Comission (EEC).
Bukti Ketertarikan Indonesia pada BRICS
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Diponogoro, Mohamad Rosyidin, menilai kunjungan Sugiono ke KTT BRICS menunjukkan ketertarikan Indonesia pada forum kerja sama yang diinisiasi, salah satunya oleh Rusia. Ia berpendapat tidak menutup kemungkinan Indonesia akan membuka peluang untuk bergabung ke dalam forum tersebut.
BACA JUGA: Akankah Prabowo Subianto Jadi Presiden 'Kebijakan Luar Negeri'?Hal ini mengingat Prabowo Subianto tidak terlalu khawatir dengan respons Barat jika Indonesia bergabung ke BRICS. Sejak awal terlihat Prabowo lebih condong menjalin hubungan dengan negara-negara besar non-Barat, seperti Rusia dan China.
“Saya melihat bahwa kedatangan Menlu Sugiono di KTT BRICS di Rusia itu, bisa ditafsirkan dalam dua hal, pertama, untuk menunjukan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia di bawah pemerintahan baru Prabowo Subianto itu masih memperkuat aktivisme Indonesia. Dengan kata lain, kebijakan luar negeri Indonesia tidak inward looking. Indonesia masih aktif di kancah internasional,”ujarnya kepada VOA, Rabu (23/10).
Selain itu, lanjut Rosyidin, kedatangan itu bisa ditafsirkan sebagai komitmen Indonesia untuk memperkuat solidaritas negara-negara Selatan karena bagaimanapun Indonesia memiliki sejarah dan reputasi sebagai pemimpin Global South.
Lebih jauh Rosyidin mengatakan ada dua hal mengapa BRICS penting bagi Indonesia. Pertama, strategis membuka peluang kerja sama ekonomi dengan “rising power”. Yang kedua, adalah simbolis perlawanan terhadap dominasi Barat. Ini sejalan dengan peran Indonesia sebagai “leader of global south”.
Oleh karena itu ia mendorong Indonesia mengikuti jejak India, yang bergabung dengan BRICS, tetapi tetap menjalin hubungan yang baik dengan negara-negara Barat.
Guru Besar Universitas Padjajaran, Bandung, Teuku Rezasyah, menyampaikan pandangan serupa. Menurutnya kedatangan Menlu Sugiono ke BRICS sudah menunjukan keseriusan Indonesia terhadap forum ini. Namun, soal kapan pastinya Indonesia bergabung, semua keputusan berada di tangan Prabowo.
“Karena sebelumnya kita tidak pernah berbicara serius soal BRICS, tidak pernah membahas teknikalitis. Tentunya Indonesia ingin masuk BRICS dengan terhormat. Walapun late comer, tetapi diperkenankan membawa ide-ide yang benar-benar orisinil untuk kemajuan dunia. Jadi kemungkinan besar, Indonesia akan menjadikan BRICS itu bagian dari kerangkan Selatan Selatan kita,” ungkapnya.
Rezasyah tidak melihat potensi masalah jika Indonesia bergabung dengan BRICS selama tetap konsisten dengan kebijakan luar negeri bebas aktif.
Di sela-sela KTT BRICS, Menlu Sugiono juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh, antara lain Presiden New Development Bank dan juga Sekjen PLO. [fw/em]