Para pengunjuk rasa Prancis berpawai di sepanjang jalur-jalur kereta di Paris, Selasa (28/3), hari ke-10 aksi terkoordinasi serikat-serikat pekerja menentang reformasi pensiun pemerintah, yang menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.
Para pekerja yang mogok, sambil membawa obor, menyerbu dan memblokir jalur-jalur kereta yang melayani salah satu stasiun kereta utama Paris, Gare de Lyon.
Pawai damai serupa juga sedang berlangsung di kota-kota lain.
Sebelumnya, pemerintah Prancis mengatakan, mereka memperkuat langkah-langkah pengamanan dan mengeluarkan peringatan bahwa sejumlah orang yang tidak bertanggung jawab kemungkinan akan melakukan kekerasan brutal ketika serikat-serikat pekerja menggelar serangkaian aksi mereka.
Pemerintah menyatakan, aktor-aktor yang tidak diinginkan bisa menyusup di antara para pendemo yang menentang rencana reformasi pensiun yang telah memicu badai protes yang intens selama berbulan-bulan.
Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin mengatakan, untuk mengantisipasi itu, pihak berwenang mengerahkan sekitar 13.000 petugas keamanan, dengan hampir setengah dari mereka terkonsentrasi di ibu kota Prancis.
Ia mengatakan bahwa lebih dari 1.000 pembuat onar "radikal", beberapa dari luar negeri, dapat mengikuti pawai damai yang direncanakan di Paris dan kota-kota lain.
“Mereka datang untuk menghancurkan, melukai dan membunuh polisi. Tujuan mereka tidak ada hubungannya dengan reformasi pensiun. Tujuan mereka adalah untuk mengacaukan institusi republik kita dan membawa darah dan api ke Prancis," kata menteri itu, Senin, sewaktu merinci langkah-langkah kepolisian.
Para pemimpin serikat pekerja dan musuh-musuh politik Presiden Emmanuel Macron menyalahkan pemerintahnya atas kekerasan protes yang berkobar dalam beberapa pekan terakhir, dengan mengatakan bahwa reformasi pensiunnya yang memicunya. Para kritikus juga menuduh bahwa polisi menggunakan kekuatan berlebihan terhadap pengunjuk rasa. Badan pengawas polisi sedang menyelidiki berbagai klaim kekeliruan yang dilakukan oleh polisi.
Tidak berhasil memperoleh dukungan mayoritas di majelis rendah parlemen untuk reformasi yang tidak populer itu, Macron menggunakan kekuasaan konstitusional khusus, yang semakin mengobarkan kemarahan para pengunjuk rasa. [ab/uh]