Kementerian Luar Negeri China hari Minggu (26/2) mengatakan Presiden Belarus Alexander Lukashenko, yang juga merupakan sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, akan melawat ke Beijing pekan ini.
Lukashenko dijadwalkan berada di ibu kota China itu pada hari Selasa (27/2) hingga Kamis (1/3), tetapi tidak merinci agendanya lebih jauh.
Belarus sangat mendukung Rusia dan mengizinkan penggunaan wilayahnya sebagai tempat persiapan invasi awal ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu. Lukashenko merupakan satu-satunya presiden Belarus sejak posisi itu diciptakan pada tahun 1994, dan telah menyerang demonstrasi yang memprotes pemilihan dirinya sebagai pemimpin untuk kedua kalinya pada tahun 2020, dalam pemungutan suara yang menurut kelompok-kelompok oposisi dan negara-negara Barat dipenuhi dengan kecurangan.
Lawatan itu berlangsung ketika pejabat-pejabat Amerika memperingatkan China supaya tidak menyediakan bantuan militer bagi Rusia dalam perangnya di Ukraina.
BACA JUGA: Sekjen NATO: “Ada Isyarat” China akan Mendukung Invasi Rusia di UkrainaDirektur CIA Williams Burns mengulangi pernyataan sebelumnya dalam wawancara yang disiarkan di stasiun televisi CBS Minggu sore, bahwa “kami yakin kepemimpinan China sedang mempertimbangkan untuk menyediakan peralatan yang mematikan bagi Rusia… Kami belum melihat keputusan akhir yang dibuat, dan saat ini belum melihat bukti pengiriman peralatan mematikan yang sebenarnya.” Memberikan bantuan semacam itu “akan sangat berisiko dan tidak bijaksana,” tegas Burms.
China Mengklaim Bersikap Netral dalam Konflik Rusia-Ukraina
China mengklaim memiliki sikap netral dalam perang itu, tetapi juga mengatakan “tidak memiliki batasan persahabatan” dengan Rusia dan menolak mengkritisi invasi Rusia, atau menyebut langkah itu sebagai invasi. China bahkan menuduh Barat memprovokasi konflik itu dan “mengipasi api” dengan menyediakan senjata pertahanan bagi Ukraina.
China juga menuduh Amerika menjelek-jelekkan China dengan tuduhan bantuan militer, dan menggarisbawahi kembali bahwa China hanya ingin mengupayakan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.
BACA JUGA: Rusia, China Jalin Hubungan Lebih EratBeijing Jumat lalu (24/2) mengeluarkan proposal yang menyerukan gencatan senjata dan pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyambut keterlibatan China ini dengan hati-hati, tetapi mengatakan keberhasilan proposal ini akan bergantung pada tindakan, bukan kata-kata.
Proposal yang dirilis Kementerian Luar Negeri China itu terutama menegaskan kembali posisi lama.
Para analis mengatakan hampir tidak mungkin China menjadi perantara mengingat hubungan dekatnya dengan Rusia dan pendirian teguh atas konflik itu. Namun sebagian analis lain memperingatkan Ukraina dan sekutunya untuk lebih hati-hati karena penolakan terhadap apa yang dinilai China sebagai tawaran perdamaiannya, dapat membuat negara itu menjalin hubungan lebih dekat dengan Rusia dan menyediakan senjata bagi negara itu.
Presiden China Xi Jinping diyakini sedang mempersiapkan diri untuk melawat ke Rusia dalam beberapa bulan mendatang. [em/jm]