Korban tewas akibat Covid-19 melampaui 22.000 jiwa di Brazil namun Presiden Jair Bolsonaro mengalihkan semua tanggung jawab. Bolsonaro menyalahkan para wali kota, gubernur, menteri kesehatan yang akan undur diri, Ketua Majelis Rendah, dan media yang dituduh mengganggu kestabilan pemerintahannya.
Bolsonaro menggambarkan dirinya sendiri sebagai seorang pejuang tangguh yang berpandangan jauh ke depan walau dia tidak populer dan berpendapat penutupan ekonomi untuk mengendalikan Covid-19 pada akhirnya akan menyebabkan lebih banyak penderitaan dibandingkan membiarkan pandemi itu berlanjut tanpa banyak intervensi. Penolakan para gubernur untuk mematuhi perintahnya yang hendak membuka sejumlah pusat kebubaran (fitness center) disebutnya sebagai sikap mereka yang otoriter.
Saat ditanya mengenai angka kematian Brazil yang melampaui China, Presiden Brazil itu pura-pura tidak berdaya: "Saya tidak bisa melakukan keajaiban. Apa yang kalian ingin saya lakukan?"
Dihadapkan dengan pemberlakuan larangan bepergian oleh AS akibat Covid-19 yang tersebar luas, salah satu penasihat Bolsonaro menyebut pers Brazil sebagai histeris.
Sejak wabah merebak, pemimpin Brazil tidak mau mengakui dampak dari tindakannya, terutama memperlemah pemberlakuan aturan tinggal di rumah dari sejumlah pemimpin daerah. Pengecualian yang sangat jarang terjadi pada pertengahan April 2020, ketika Bolsonaro menunjuk menteri kesehatan baru dengan mandat untuk menyelamatkan ekonomi dari ancaman virus corona.
Kurang dari dua minggu kemudian, ketika angka kematian Brazil melebihi 5.000, kepada wartawan ia menyampaikan, "Anda tidak bisa menuduh saya, jumlah itu bukan tanggung jawab saya."
Hampir sebulan kemudian, jumlah korban Covid-19 di negara berpenduduk 211 juta itu meningkat lebih dari empat kali lipat, menjadi 22.666 jiwa, dan terus bertambah.
Mahkamah Agung Brazil telah menetapkan bahwa negara-negara bagian dan sejumlah kota memiliki wewenang untuk memberlakukan isolasi. Pada 7 Mei 2020 Bolsonaro dengan sengaja berjalan melintasi Three Powers Plaza di ibu kota negara itu menuju ke Mahkamah Agung, bersama sekelompok menteri dan para pemimpin bisnis di belakangnya dan menuntut agar beberapa aturan pembatasan lokal untuk diubah. [mg/jm]