Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap di sisa kepemimpinannya permasalahan di Papua dapat tuntas melalui otonomi khusus plus.
JAKARTA —
Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendorong pelaksanaan otonomi khusus plus atau yang diperluas di Papua, yang diharapkan akan menjawab berbagai persoalan di provinsi paling timur tersebut.
“Otonomi khusus yang diperluas itu seperti apa nanti kita rumuskan bersama-sama dengan semua komponen. Tapi untuk awal terbatas di lingkup pemerintah provinsi dulu di bawah bimbingan Kementerian Dalam Negeri. Hasilnya nanti kita sampaikan pada Agustus mendatang,” ujarnya setelah bertemu dengan Presiden di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4).
“Intinya bisa menjawab persoalan di Papua. Ada program-program prioritas yang memang mendapat dukungan dari Presiden, yang tentunya untuk menjawab persoalan di Papua. Saya yakin di bawah kepemimpinan saya dan bersatunya semua simpul-simpul politik di Papua akan ada perbaikan perubahan yang baik di sana.”
Juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menjelaskan, otonomi khusus Papua akan diatur melalui revisi Undang-Undang No. 21/2001 mengenai otonomi khusus Papua. Menurut Julian, Presiden dalam pertemuan itu berharap pembangunan di Papua kedepannya akan lebih melibatkan masyarakat sipil.
“Mudah-mudahan ini akan menumbuhkan suatu pemahaman yang lebih baik di masayarakat Papua. Karena mereka selama ini tidak ikut dalam pembangunan dan merasakan kesejahteraan,” ujarnya.
Terkait penanganan masalah gangguan keamanan di Papua, Gubernur Lukas mengatakan, Presiden juga menugasi dirinya untuk terus menjalin komunikasi dengan semua kelompok masyarakat khususnya kelompok-kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Lukas memastikan, pola pendekatan dialog akan terus dikedepankan.
“Tugas yang bapak Presiden kasih ke saya dan Wakil Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua untuk terus menjalin komunikasi dengan saudara-saudara kita yang berseberangan. Sejauh yang kita komunikasikan mereka kan manusia juga. Saya yakin mereka juga akan mendengar apa yang kita sampaikan sejauh pendekatannya tepat. Pendekatan komunikasi, pendekatan kultural dan sebagainya. Jumlah mereka juga sudah tidak banyak,” ujarnya.
Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda, yang juga ikut dalam pertemuan dengan Presiden menjelaskan, perlu waktu dalam penyelesaian konflik di Papua karena ini terkait dengan masalah ideologi, khususnya dalam menjalin dialog dengan kelompok-kelompok pro kemerdekaan.
“Hampir setiap kali kita komunikasikan. Ini persoalan ideologi yang tidak bisa kita minta hari ini terus mereka berikan. Sekali lagi ini persoalan ideologi. Dan tentunya perlu pemahaman yang sama dan pemikiran yang sama untuk membangun Papua lebih bagus ke depannya,” ujarnya.
Julian Aldrin Pasha menjelaskan, saat membahas masalah masalah gangguan keamanan di Papua, Presiden mengapresiasi Gubernur Papua karena berhasil meredakan ketegangan antara kelompok bersenjata di Papua. Presiden menurut Julian berpandangan, penyelesaian solusi damai di Papua harus terus diupayakan.
Hingga 2012, pemerintah sudah mengucurkan dana sebesar Rp 33 triliun ke Papua dan Rp 7,2 triliun ke Papua Barat, sejak diberikannya status otonomi khusus bagi Provinsi Papua melalui UU No. 21/2001.
“Otonomi khusus yang diperluas itu seperti apa nanti kita rumuskan bersama-sama dengan semua komponen. Tapi untuk awal terbatas di lingkup pemerintah provinsi dulu di bawah bimbingan Kementerian Dalam Negeri. Hasilnya nanti kita sampaikan pada Agustus mendatang,” ujarnya setelah bertemu dengan Presiden di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4).
“Intinya bisa menjawab persoalan di Papua. Ada program-program prioritas yang memang mendapat dukungan dari Presiden, yang tentunya untuk menjawab persoalan di Papua. Saya yakin di bawah kepemimpinan saya dan bersatunya semua simpul-simpul politik di Papua akan ada perbaikan perubahan yang baik di sana.”
Juru bicara Presiden Julian Aldrin Pasha menjelaskan, otonomi khusus Papua akan diatur melalui revisi Undang-Undang No. 21/2001 mengenai otonomi khusus Papua. Menurut Julian, Presiden dalam pertemuan itu berharap pembangunan di Papua kedepannya akan lebih melibatkan masyarakat sipil.
“Mudah-mudahan ini akan menumbuhkan suatu pemahaman yang lebih baik di masayarakat Papua. Karena mereka selama ini tidak ikut dalam pembangunan dan merasakan kesejahteraan,” ujarnya.
Terkait penanganan masalah gangguan keamanan di Papua, Gubernur Lukas mengatakan, Presiden juga menugasi dirinya untuk terus menjalin komunikasi dengan semua kelompok masyarakat khususnya kelompok-kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Lukas memastikan, pola pendekatan dialog akan terus dikedepankan.
“Tugas yang bapak Presiden kasih ke saya dan Wakil Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua untuk terus menjalin komunikasi dengan saudara-saudara kita yang berseberangan. Sejauh yang kita komunikasikan mereka kan manusia juga. Saya yakin mereka juga akan mendengar apa yang kita sampaikan sejauh pendekatannya tepat. Pendekatan komunikasi, pendekatan kultural dan sebagainya. Jumlah mereka juga sudah tidak banyak,” ujarnya.
Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda, yang juga ikut dalam pertemuan dengan Presiden menjelaskan, perlu waktu dalam penyelesaian konflik di Papua karena ini terkait dengan masalah ideologi, khususnya dalam menjalin dialog dengan kelompok-kelompok pro kemerdekaan.
“Hampir setiap kali kita komunikasikan. Ini persoalan ideologi yang tidak bisa kita minta hari ini terus mereka berikan. Sekali lagi ini persoalan ideologi. Dan tentunya perlu pemahaman yang sama dan pemikiran yang sama untuk membangun Papua lebih bagus ke depannya,” ujarnya.
Julian Aldrin Pasha menjelaskan, saat membahas masalah masalah gangguan keamanan di Papua, Presiden mengapresiasi Gubernur Papua karena berhasil meredakan ketegangan antara kelompok bersenjata di Papua. Presiden menurut Julian berpandangan, penyelesaian solusi damai di Papua harus terus diupayakan.
Hingga 2012, pemerintah sudah mengucurkan dana sebesar Rp 33 triliun ke Papua dan Rp 7,2 triliun ke Papua Barat, sejak diberikannya status otonomi khusus bagi Provinsi Papua melalui UU No. 21/2001.