Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan kepada para eksportir gas, Selasa (22/2), untuk menolak sanksi-sanksi "kejam" seperti yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat terhadap Teheran. Raisi juga mengatakan bahwa pemulihan perjanjian nuklir Iran 2015 dengan negara-negara berpengaruh harus mencabut sanksi-sanksi tersebut.
"Anggota forum ini seharusnya tidak mengakui sanksi-sanksi itu...(karena) di dunia sekarang ini kita melihat bahwa sanksi-sanksi itu tidak akan efektif," kata Raisi dalam konferensi Forum Negara-Negara Pengekspor Gas (GEFC) di Doha.
Reuters melaporkan pekan lalu bahwa kesepakatan AS-Iran mulai terbentuk di Wina setelah berbulan-bulan pembicaraan tidak langsung untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir yang ditinggalkan AS pada 2018 semasa pemerintahan Presiden Donald Trump. Amerika, ketika itu, menerapkan kembali sanksi-sanksi yang ekstensif terhadap Iran.
Kesepakatan 2015 antara Iran dan negara-negara besar dunia ditujukan membatasi pengayaan uranium Teheran sehingga mempersulit usahanya dalam mengembangkan senjata nuklir dengan imbalan pencabutan sanksi-sanksi internasional terhadap Teheran.
"Sanksi apa pun dari kesepakatan itu yang memberikan pukulan terhadap ekonomi Iran harus dicabut," kata juru bicara kabinet Iran, Ali Bahadori Jahromi, dalam jumpa pers yang disiarkan langsung di situs web yang dikelola pemerintah.
Sejak 2019, Teheran telah melanggar batas-batas yang ditentukan dalam kesepakatan itu. Negara itu menimbun kembali uranium, memperkayanya ke tingkat kemurnian yang lebih tinggi, dan mengoperasikan sentrifugal-sentrifugal canggih untuk mempercepat produksinya.
Iran telah menuntut jaminan hukum bahwa Amerika Serikat tidak akan keluar dari kesepakatan itu lagi, tetapi Washington mengatakan tidak mungkin bagi Presiden AS Joe Biden untuk memberikannya.
Rancangan naskah perjanjian juga menyinggung masalah lain, termasuk pencairan miliaran dolar dana Iran di bank-bank Korea Selatan, dan pembebasan tahanan-tahanan Barat di Iran. [ab/uh]