Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan pada Sabtu (14/12) setelah parlemen yang dikuasai pihak oposisi menggelar pemungutan suara kedua. Pemakzulan ini dipicu oleh upaya Yoon pada pekan lalu yang menerapkan darurat militer, sebuah langkah kontroversial yang mengejutkan publik dan memicu perpecahan di dalam tubuh partainya.
Berdasarkan konstitusi, Perdana Menteri Han Duck-soo, yang ditunjuk oleh Yoon, akan menjadi penjabat presiden, sementara Yoon tetap menjabat, tetapi dengan kewenangan presidensialnya yang ditangguhkan.
Han menyatakan akan berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga stabilitas pascapemakzulan Yoon. "Saya akan mencurahkan seluruh tenaga dan upaya saya demi menstabilkan pemerintahan," ujarnya kepada wartawan.
Yoon menjadi presiden konservatif kedua berturut-turut yang dimakzulkan di Korea Selatan, setelah Park Geun-hye dicopot dari jabatan pada 2017. Sebelumnya, Yoon sempat lolos dari pemungutan suara pemakzulan pertama yang digelar pada akhir pekan lalu, ketika partainya sebagian besar memboikot sehingga parlemen gagal mencapai kuorum.
Para pendukung pemakzulan Yoon bersorak gembira di dekat parlemen saat kabar itu tersiar, sambil melambaikan tongkat LED warna-warni diiringi alunan musik. Sebaliknya, unjuk rasa dari kubu pendukung Yoon segera bubar setelah berita tersebut muncul.
Usulan pemakzulan Yoon disetujui setelah setidaknya 12 anggota Partai Kekuatan Rakyat, partai pendukung Yoon, bergabung dengan oposisi yang menguasai 192 kursi di parlemen beranggotakan 300 orang, sehingga mencapai ambang batas dua pertiga yang diperlukan untuk meloloskan pemakzulan.
Jumlah anggota parlemen yang mendukung pemakzulan adalah 204, sebanyak 85 menentang, tiga abstain, dan delapan surat suara tidak sah.
Mahkamah Konstitusi akan menentukan apakah Yoon dicopot dari jabatannya dalam waktu enam bulan. Jika dia diberhentikan dari jabatannya, pemilu awal akan digelar.
Yoon mengejutkan publik pada 3 Desember lalu dengan memberikan militer wewenang darurat untuk memberantas apa yang ia sebut sebagai "kelompok anti-negara" dan menghadapi lawan-lawan politik yang dianggap menghalangi langkahnya.
Sebelumnya, Partai Demokrat, oposisi utama, pada Sabtu mengatakan bahwa pemungutan suara untuk pemakzulan adalah 'satu-satunya cara' untuk 'mempertahankan Konstitusi, supremasi hukum, demokrasi, dan masa depan Korea Selatan.
"Kami tidak bisa lagi menahan kegilaan Yoon," kata juru bicara Hwang Jung-a. [ah/ft]