Presiden: Lupakan Orientasi Ekonomi Berbasis Ekspor

  • Iris Gera

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang Majelis Umum PBB di New York baru-baru ini. (Reuters/Mike Segar)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa ekonomi berbasis ekspor tidak tepat dilakukan di tengah krisis yang melanda banyak negara.
Dalam pembukaan rapat pimpinan nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Jakarta, Selasa (2/10), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa hampir seluruh negara di dunia sedang berhemat, termasuk mengurangi kegiatan impor mereka, sehingga saat ini Indonesia harus menerima kenyataan tersebut dan tidak terlalu berorientasi pada ekspor.

Dengan terjadinya krisis di banyak negara, ujar Presiden Yudhoyono, pelajaran yang harus kita petik adalah penguatan ekonomi domestik.

“Strategi orientasi ekspor saya anggap tidak tepat untuk negara kita karena pertumbuhan di Indonesia bukan hanya bergantung pada ekspor, tapi harus bergantung pada kontributor lain yang justru memiliki potensi yang besar, misalnya investasi, konsumsi domestic dan sebagainya,” ujar Presiden.

“Mari kita bangun daya saing, ketahanan ekonomi dan industri yang lebih maju. Kalau ini bisa kita lakukan, di tahun-tahun mendatang, lima, 10, 15 tahun ke depan menghadapi gejolak dan krisis perekonomian global apapun kita tidak perlu takut.”

Sebelumnya, pemerintah mengandalkan kegiatan ekspor sebagai penopang pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi angka pengagguran. Tahun ini pemerintah menargetkan pendapatan negara melalui eskpor sebesar US$203 miliar dan akan naik tahun depan menjadi sebesar $220 miliar.

Sementara itu, menurut Ketua Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, dibutuhkan pemerataan kegiatan ekonomi hingga di daerah agar ekonomi dalam negeri tumbuh. Ia meminta kepada pemerintah dan pengusaha nasional agar kebijakan yang berlaku juga berpihak kepada pengusaha daerah.

“Mohon agar proyek-proyek APBN dan APBD dengan nilai kurang dari Rp 20 miliar diprioritaskan kepada pengusaha daerah untuk menjalin kemitraan dengan pengusaha nasional,” ujar Suryo.

“Menyangkut masalah subsidi BBM, Kadin berharap dengan berkurangnya beban APBN untuk subsidi BBM, penghematan dapat dialokasikan kepada daerah untuk pembangunan infrastruktur. Kadin akan sepenuhnya mendukung kebijakan pemerintah mengurangi bahkan kalau perlu meniadakan sama sekali subsidi BBM.”

Sementara itu, Ketua Kadin Jawa Tengah, Nur Achmad Affandi, mengeluh karena sampai saat ini masih terjadi keterbatasan kesempatan pengusaha daerah dalam mengembangkan usaha.

“[Kurangnya] akses terhadap sumber modal dan peluang kerja. APBN dan APBD rata-rata dikuasai oleh BUMN. Mereka bermitra dengan [pengusaha] daerah, tetapi ya hanya menjadi sub kontraktor,” ujar Affandi.

“Industri juga masih dikuasai oleh orang-orang Jakarta yang ada di daerah sehingga keuntungan usaha itu otomatis dibawa ke Jakarta. Beda kalau investasi dilakukan oleh orang daerah maka berapapun keuntungannya akan menjadi reinvestasi di daerah.”