Presiden Prancis Emmanuel Macron menyambut kehadiran Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di Paris, Kamis (28/7).
Banyak pihak menilai, undangan Macron terhadap Mohammed bin Salman (MBS) untuk melangsungkan pertemuan itu sangat tidak pantas, mengingat pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi hampir empat tahun lalu yang diduga didalangi putra mahkota tersebut.
Mereka menilai, pertemuan itu akan dipandang sebagai langkah terbaru dalam penerimaan kembali penguasa de facto kerajaan itu ke dunia internasional, setelah Presiden AS Joe Biden bertemu dengannya sebelumnya bulan ini.
Topik yang dibahas dalam pertemuan Macron dan MBS mencakup pasokan energi untuk mengatasi kemungkinan kekurangan energi karena invasi Rusia ke Ukraina, serta mengekang program nuklir Iran.
Kepada kantor berita AFP, Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard menggambarkan Putra Mahkota Saudi sebagai orang yang "tidak menolerir perbedaan pendapat". "Saya merasa sangat terganggu dengan kunjungan itu, karena apa artinya bagi dunia kita dan apa artinya bagi Jamal (Khashoggi) dan orang-orang seperti dia," katanya.
Kunjungan tersebut menandai perjalanan pertama MBS ke Uni Eropa sejak pembunuhan Khashoggi oleh sejumlah agen Saudi di konsulat kerajaan itu di Istanbul, Turki, pada 2018. Kejahatan itu sendiri digambarkan oleh para penyelidik PBB sebagai "pembunuhan di luar proses hukum yang menjadi tanggung jawab Arab Saudi".
PBB juga mengatakan ada "bukti yang dapat dipercaya" yang menjamin dilangsungkan penyelidikan lebih lanjut terkait tanggung jawab individu sejumlah pejabat tinggi Saudi, termasuk MBS.
Badan-badan intelijen AS mengatakan, MBS telah "menyetujui" operasi yang menyebabkan kematian Khashoggi itu, meskipun Riyadh menyangkalnya. [ab/ka]