Presiden Somalia Minta Mediasi Uni Afrika 

Presiden Somalia Mohamed Abdullahi bertemu dengan Presiden Republik Demokratik Kongo dan Kepala Uni Afrika Felix Tshisekedi di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, 19 April 2021. (Twitter/Kepresidenan Republik Demokratik Kongo)

Presiden Somalia Mohamed Abdullahi Mohamed mengatakan bersedia berunding dengan pemangku kepentingan untuk mencari solusi dalam krisis politik di negara itu.

Mohamed, yang dikenal dengan julukan Farmaajo, menyampaikan pengumuman itu pada Minggu (18/4) malam dalam kunjungan mendadak ke Kinshasa, Ibu Kota Republik Demokratik Kongo, di mana ia bertemu dengan Presiden Felix Tshisekedi, Ketua Uni Afrika (AU) saat ini.

Melalui Kementerian Luar Negeri, Farmaajo mengatakan pemerintah federal Somalia menyambut baik peran Uni Afrika untuk memfasilitasi perundingan itu.

"Berkaitan dengan upaya #Somalia untuk mengadakan pemilu yang damai, inklusif, dan tepat waktu, pemerintah (Farmaajo) akan menyambut baik peran Uni Afrika dalam memfasilitasi proses keterlibatan yang dipimpin dan dimiliki Somalia yang akan mengarah pada dialog," kata Kementerian itu di Twitter.

Sebelumnya, kantor Tshisekedi juga mengumumkan hal serupa.

Pernyataan di Twitter itu menyebutkan bahwa setelah kedua presiden bertemu selama dua jam, Farmaajo meminta keterlibatan Tshisekedi dalam kapasitasnya sebagai presiden Uni Afrika untuk memfasilitasi perundingan dengan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam krisis di Somalia. Pernyataan itu mengatakan pembicaraan antara keduanya terfokus pada situasi politik dan keamanan di Somalia.

Kantor Tshisekedi lebih jauh mengatakan bahwa Presiden Kongo menyambut baik inisiatif Farmaajo.

Pada 12 April, Majelis Rendah Somalia memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan eksekutif dan legislatif pemerintah. Langkah ini dikecam dan ditolak oleh Majelis Tinggi, pemimpin oposisi Somalia, dua pemerintahan regional dan sebagian besar komunitas internasional di Somalia.

Para pemimpin oposisi Somalia menganggap masa jabatan Farmaajo sudah berakhir 8 Februari 2021, sementara mandat Parlemen berakhir pada 27 Desember 2020, dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan untuk memperpanjang mandat selama empat tahun.

Kubu Farmaajo beralasan karena dua pemerintah regional Puntland dan Jubaland enggan berunding menggelar pemilu, berdasarkan kesepakatan 17 September antara presiden dan para pimpinan regional, parlemen negara itu terpaksa turun tangan. Para pemimpin Puntland dan Jubaland menyangkal alasan ini dan menuduh Farmaajo menunda pemilihan tepat waktu untuk memperpanjang masa jabatannya.

Dalam komentar Kementerian Luar Negeri di Twitter, Senin (19/4), Farmaajo tak menyinggung bagaimana ia akan menyikapi kontroversi perpanjangan masa jabatan itu.

Menyusul pertemuan pada Sabtu (17/4) dengan Farmaajo di Mogadishu, menurut sumber yang mengetahui perundingan itu, Amerika dan Inggris serta perwakilan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa dan AU mengatakan kepada Farmaajo "tidak ada solusi lain selain kesepakatan berdasarkan konsensus."

Komunitas internasional memperingatkan akan ada dampak pada kemitraan dengan Somalia jika Farmaajo tidak berubah sikap.

Sementara itu, perpanjangan masa jabatan tersebut menciptakan ketegangan di Mogadishu di antara anggota pasukan keamanan Somalia. Mantan komandan pasukan polisi Mogadishu Sadik Omar Hassan, yang dipecat pekan lalu setelah menentang perpanjangan mandat itu, telah siaga di lingkungan yang dihuni oleh klannya di bagian barat daya Mogadishu. Anggota parlemen yang mewakili klannya mendesak pemerintah federal untuk tidak menyerangnya.

Menteri Keamanan Pemerintah Federal Somalia Hassan Hundubey Jimale mengatakan kepada media bahwa pemerintah tidak berencana untuk menyerang Sadik Omar Hassan.

Menurut pengamat, kebuntuan antara aparat keamanan menciptakan ketakutan di antara warga di ibu kota akan kemungkinan kembalinya persaingan bersenjata antara pemangku kepentingan politik. [my/em]