Sebuah pengadilan di Suriname, Jumat (29/11), menyatakan Presiden Desi Bouterse bersalah atas pembunuhan 15 lawan politiknya dalam kudeta tahun 1982. Ia dihukum 20 tahun penjara.
Partai-partai oposisi menyerukan Bouterse, yang saat ini berada di China dalam kunjungan resmi, untuk mundur. Pengadilan militer yang menemukannya bersalah, belum memerintahkan penangkapannya.
Bouterse diperkirakan akan kembali ke Suriname pada hari Sabtu atau Minggu.
Ia membatalkan perjalanan ke Kuba, kata Wakil Presiden Partai Demokrat Nasional pimpinannya kepada surat kabar lokal De Ware Tijd. Ramon Abrahams mengatakan kepada surat kabar itu bahwa ia menelepon Bouterse dan mengadakan pertemuan darurat partai.
BACA JUGA: Polisi di Suriname Sita Kokaina Seberat 2.300 KilogramBouterse memimpin negara Amerika Selatan itu pada tahun 1980-an sebagai kepala pemerintahan militer. Kemudian ia menjabat kembali pada tahun 2010 dan terpilih kembali lima tahun kemudian.
Pengadilan mengatakan bahwa Bouterse mengawasi sebuah operasi di mana tentara di bawah komandonya menculik 16 kritikus pemerintah terkemuka, termasuk di antaranya pengacara, jurnalis, dan guru universitas, dari rumah mereka dan membunuh 15 di antaranya di sebuah benteng kolonial di ibu kota Paramaribo.
Seorang pemimpin serikat pekerja selamat dan kemudian memberikan kesaksian melawan Bouterse.
Bouterse dengan tegas membantah tuduhan itu, dan naik banding atas keputusan pengadilan. Presiden, yang diwakili oleh seorang pengacara dalam persidangan itu, belum berkomentar tentang hukumannya.
BACA JUGA: Pengadilan terhadap Presiden Suriname Ditunda LagiDalam sebuah pernyataan, pemerintah Suriname mengatakan telah "memperhatikan perkembangan dan menyerukan masyarakat untuk menjaga perdamaian."
Para kritikus telah menjelek-jelekkan Bouterse yang berusia 74 tahun sebagai seorang diktator yang telah memegang kekuasaan di negara berpenduduk 560 ribu orang, yang memperoleh kemerdekaan dari Belanda pada tahun 1975.
Angelic del Castillo, Kepala Partai Oposisi Democratic Alternative ‘91, mengatakan Bouterse "mendiskualifikasi dirinya" sebagai pemimpin Suriname dan menuntut dia segera mengundurkan diri.
"Ini demi kepentingan martabat kantor dan bangsa kita," kata del Castillo dalam sebuah pernyataan.
Pada tahun 1999, Bouterse dihukum in absentia atas tuduhan perdagangan narkoba oleh pengadilan di Belanda. Namun ia membantah melakukan kesalahan. Seorang hakim Suriname pada 2005 menghukum putra Bouterse, Dino, karena memimpin geng yang memperdagangkan kokain, senjata ilegal dan mencuri mobil-mobil mewah.
BACA JUGA: AS Tambahkan 8 Negara dalam Daftar Hitam Perdagangan ManusiaSebagai seorang perwira militer junior, Bouterse ikut serta dalam kudeta tahun 1980 melawan perdana menteri pertama Suriname, Henck Arron. Ia menaikkan pangkatnya sendiri menjadi kepala staf angkatan darat, dan praktis menjadi kepala pemerintahan.
Pengadilan pada Jumat malam kemudian menghukum enam mantan perwira militer lainnya, termasuk seorang mantan konsul untuk Guyana Prancis tetangga, atas pembunuhan untuk bagian mereka dalam episode itu. Selain itu juga atas tuntutan memindahkan para korban dari rumah mereka secara paksa pada malam hari atau berpartisipasi dalam penembakan.
Dalam sebuah pernyataan bersama, misi diplomatik Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Jerman dan Prancis ke Suriname mengatakan, "kritis" bahwa putusan-putusan itu "dilaksanakan dan ditegakkan sesuai dengan aturan hukum."
Bouterse meninggalkan tentara pada akhir 1992 dan terjun ke dunia bisnis dan politik, memimpin Partai Demokrasi Nasional (NDP) yang pro-militer dan tetap menjadi tokoh nasional yang kontroversial.
Bouterse dan NDP secara konsisten berusaha menghalangi proses pengadilan, yang dimulai pada 2007. Pada 2012, Majelis Nasional yang dikontrol NDP mengeluarkan undang-undang amnesti yang memberinya kekebalan tetapi kemudian dibatalkan oleh putusan pengadilan. [ah]