Presiden terpilih Taiwan, Lai Ching-te, berkomitmen menjaga stabilitas dengan mempertahankan status quo dalam hubungan antara Taipei dengan Beijing. Penegasan itu akan disampaikan Lai dalam pidato pelantikannya pada Senin (20/5), ungap seorang pejabat senior keamanan yang baru dilantik.
Lai, yang mengambil alih jabatan Presiden dari Tsai Ing-wen setelah menjabat sebagai wakil presiden selama empat tahun terakhir, akan menghadapi tekanan yang meningkat dari China. Beijing meningkatkan tekanan dengan serangan militer hampir setiap hari di sekitar wilayah udara Taiwan, untuk memaksa Taiwan menerima klaim kedaulatannya, yang ditolak oleh Taipei.
Lai, 64 tahun, berulang kali mengajak China untuk melakukan dialog. Beijing menolak tawaran itu dan bahkan terus menggunakan pendekatan kekerasan untuk menjadikan Taiwan berada di bawah kendalinya. Lai dan Partai Progresif Demokratik (DPP) yang dipimpinnya mengatakan hanya rakyat Taiwan yang bisa menentukan masa depan mereka.
“Kami akan membicarakan pendekatan kami yang stabil dan mantap, melanjutkan landasan fundamental yang ditetapkan oleh Presiden Tsai,” kata pejabat yang akan menjabat, yang berbicara tanpa menyebut nama, dalam sebuah pengarahan di Taipei.
“Kami akan memastikan bahwa Taiwan memainkan peran yang sangat diperlukan dalam perekonomian global dan geopolitik sambil mempertahankan status quo dan bekerja sama dengan semua pihak untuk memastikan status quo tidak akan terkikis,” ujarnya.
Namun, pejabat tersebut menyatakan bahwa pemerintahan baru akan menghadapi tantangan yang lebih sulit dan kompleks baik di dalam maupun di luar negeri. China telah meningkatkan serangan militer yang lebih provokatif, yang membuat Taiwan khawatir setiap hari. Beijing juga terus melakukan kampanye untuk mempengaruhi opini publik di Taiwan.
“Kami akan terus menjelaskan kepada masyarakat internasional bahwa pihak lainlah yang terus menghancurkan tatanan internasional dan merusak peluang pertukaran lintas selat,” kata sumber tersebut.
BACA JUGA: Taiwan Laporkan Aktivitas Militer China setelah Lawatan Menlu ASKantor Urusan Taiwan di China, yang minggu ini mengatakan "pemimpin baru wilayah Taiwan" harus membuat pilihan yang jelas antara pembangunan damai atau konfrontasi, tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Menjelang kemenangan Lai dalam pemilu pada bulan Januari, Beijing berulang kali mengecamnya sebagai pendukung kemerdekaan formal Taiwan, dan menganggap pemilu tersebut sebagai pilihan antara perang dan perdamaian.
China menyatakan bahwa setiap langkah Taiwan menuju deklarasi kemerdekaan resmi akan dianggap sebagai alasan untuk menyerang pulau tersebut. Pemerintah di Taipei menegaskan bahwa Taiwan sudah menjadi negara merdeka, Republik China, dan tidak memiliki rencana untuk mengubah status tersebut. Pemerintahan Republik China berpindah ke Taiwan pada 1949 setelah kalah dalam perang saudara dengan rezim komunis di bawah pimpinan Mao Zedong.
BACA JUGA: Presiden Terpilih Taiwan: Bantuan Militer AS Perkuat Upaya Halangi OtoritarianismePada hari-hari menjelang pelantikan Lai, China meningkatkan aktivitas militernya sehari-hari, termasuk melancarkan serangan tiruan terhadap kapal asing di dekat Taiwan, kata sumber sebelumnya kepada Reuters.
Pejabat baru tersebut mengatakan Lai akan berjanji untuk lebih memodernisasi pertahanan Taiwan dan melanjutkan program pembuatan pesawat dan kapal militernya sendiri.
“Tujuan kami adalah memastikan konflik tidak akan pernah terjadi,” kata pejabat itu.
Lai, yang dikenal luas dengan nama Inggrisnya William, juga menghadapi tantangan domestik yang besar mengingat DPP kehilangan mayoritas di parlemen pada pemilu yang digelar pada Januari. [ah/ft]