Presiden Trump Diperkirakan akan Perketat Kebijakan AS Terkait Kuba

Presiden Amerika Serikat Donald Trump melambaikan tangan sebelum berangkat dari bandara Newark Liberty International setelah berakhir pekan di Trump National Golf Club, Bedminster, New Jersey, 11 Juni 2017. (Foto: dok).

Presiden Donald Trump bertolak ke Miami, Jumat (16/6), untuk mengumumkan rencana membatalkan usaha Obama untuk menormalisasi hubungan dengan Kuba. Langkah Trump ini diperkirakan tidak akan sampai memutus hubungan diplomatik yang dipulihkan pada tahun 2015 tapi akan memberlakukan kembali pembatasan-pembatasan perjalanan dan bisnis.

Beberapa hari sebelum pemilu 2016, Donald Trump menegaskan, jika terpilih sebagai presiden, ia akan membatalkan kesepakatan Barack Obama dengan Kuba.

"Kita akan batalkan kesepakatan sepihak Obama dengan Kuba, yang dibuat lewat perintah eksekutifnya," kata Presiden Trump.

Amerika Serikat memutus hubungan dengan Kuba pada 1961 karena khawatir terhadap ancaman pemerintah komunis yang jaraknya hanya 145 kilometer dari daratan utama AS.

Pada tahun itu, presiden Amerika Serikat John F. Kennedy berusaha menggulingkan pemimpin revolusioner Fidel Castro melalui sebuah operasi militer yang gagal, yang dilangsungkan oleh orang-orang Kuba yang tinggal di pengasingan. Usaha itu dikenal dalam sejarah sebagai invasi Teluk Babi.

Tahun berikutnya terjadi krisis misil Kuba dan pertikaian politik dan militer selama 13 hari antara Washington dan Moskow mengenai senjata nuklir Soviet di negara pulau itu.

Sejak itu, embargo perdagangan Amerika Serikat melarang kebanyakan warga Amerika Serikat melakukan perjalanan ke Kuba dengan harapan bahwa pengisolasian mungkin akan memaksa terjadinya perubahan dalam pemerintah Kuba. Namun itu tidak terjadi.

Pada 2014, Presiden Barack Obama mengumumkan kesepakatan dengan pemimpin Kuba Raul Castro, adikFidel Castro, untuk memulihkan hubungan diplomatik.

"Kita akan mengakhiri pendekatan yang sudah ketinggalan zaman, yang telah puluhan tahun menghalangi usaha memajukan kepentingan kita. Kita akan mulai menormalisasi hubungan antara kedua negara,” kata Presiden Obama.

Usaha Obama mendapat tanggapan positif dari Presiden Kuba Raul Castro. "Pemerintah revolusioner Kuba siap menormalisasi hubungan, dan yakin bahwa kedua negara dapat bekerjasama dan hidup berdampingan secara damai demi kepentingan bersama dengan mengesampingkan perselisihan yang ada, dan yang mungkin kelak ada,” kata Presiden Kuba Raul Castro.​

Kesepakatan tersebut, yang dibuat dengan bantuan Paus Fransiskus, memungkinkan dibukanya kembali kedutaan besar kedua negara, terjadinya pertukaran tahanan dan pelonggaran pembatasan perbankan dan perjalanan.

Para pengecam, seperti Senator Marco Rubio, yang orang tuanya berasal dari Kuba, menyebut langkah Obama itu sangat mengecewakan.

"Gedung Putih mengalah dalam semua hal dan mendapat keuntungan kecil. Mereka tidak mendapat komitmen dari rezim Kuba menyangkut kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat dan pemilu,” kata Senator Marco Rubio.

Kecaman juga datang dari pemimpin kelompok oposisi Kuba yang paling dikenal, Ladies in White, Berta Soler. "Obama ingin, dan berpendapat bahwa ini akan, membantu rakyat Kuba, namun kenyataannya tidak. Segala hal yang berasal langsung dari pemerintah Kuba hanya akan menguntungkan pemerintah Kuba dan bukan rakyat Kuba.”

Sejak mencairnya hubungan, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat membuat sejumlah kesepakatan dengan Kuba, umumnya menyangkut komunikasi, penerbangan dan kapal pesiar.

Lebih banyaknya turis Amerika yang berkunjung ke Kuba merupakan tantangan bagi prasarana Kuba yang tidak memadai, namun ini menggairahkan perekonomiannya.

Havana sendiri belum memenuhi tuntutan-tuntutan Amerika Serikat, seperti mengembalikan pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Teluk Guantanamo dan mencabut embargo perdagangan terhadap Amerika Serikat. [as]