Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang sedang berkunjung, pada Selasa (20/7) bersikeras pada solusi dua negara di Siprus, dalam sebuah pidato yang tidak menunjukkan kesediaan untuk berkompromi pada peringatan 47 tahun invasi yang membagi pulau di Laut Mediterania.
"Kita tidak punya 50 tahun lagi untuk disia-siakan," kata Presiden Turki kepada kerumunan pendukung pada sebuah parade di utara ibukota Nicosia. Dia merujuk pada upaya yang dipimpin PBB selama beberapa dekade yang gagal untuk menyatukan kembali sektor-sektor wilayah Siprus yang masing-masing dikuasai Yunani dan Turki.
"Kemajuan tidak tercapai dalam perundingan tanpa menerima kenyataan adanya dua bangsa dan dua negara dengan status yang sama. Proses negosiasi baru hanya dapat dilakukan antara dua negara…Kesetaraan kedaulatan dan status dari warga Siprus keturunan Turki harus dikonfirmasi. Itu kunci menuju ke sebuah solusi." Erdogan menambahkan.
Sambil dielu-elukan oleh pendukung yang mengibarkan bendera Turki, Erdogan menuduh pihak kelompok Siprus keturunan Yunani "memblokir setiap upaya menuju solusi" dengan "pendekatan maksimalis yang jauh dari kenyataan".
Bulan ini, ia menolak peringatan dari Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen bahwa Brussels "tidak pernah akan menerima" solusi dua negara atas masalah Siprus, sebuah negara anggota Uni Eropa sejak 2004.
Berbeda dengan perayaan di wilayah utara, bunyi sirene bergaung di bagian selatan Nicosia pada pukul 5:30 pagi waktu setempat menandai peringatan dimulainya invasi pada 20 Juli 1974.
Waktu itu, pasukan Turki merebut sepertiga wilayah utara Siprus sebagai tanggapan atas kudeta yang gagal di Nikosia yang bertujuan menyatukan Siprus dengan Yunani.
Pulau itu kini terbagi antara Republik Siprus yang dikuasai warga Siprus keturunan Yunani dan Republik Turki Siprus Utara (TRNC) yang dideklarasikan warga Siprus keturunan Turki dan hanya diakui oleh Ankara.
Komentar Erdogan itu mirip dengan seruan bagi pengakuan internasional oleh pemimpin kelompok Siprus keturunan Turki, Ersin Tatar, yang terpilih pada Oktober berdasarkan platform yang memperjuangkan solusi dua negara, dan bukan sebuah federasi.
Saat dia memulai kunjungannya pada hari Senin, Erdogan bersumpah untuk "tidak memberikan konsesi" pada upaya Ankara untuk mendapatkan pengakuan internasional atas TRNC.
Komentar Erdogan itu mendorong pengakuan internasional oleh pemimpin Siprus untuk Turki, Ersin Tatar yang terpilih pada Oktober lalu dengan upaya mencari solusi dua negara daripada federasi.
Tatar, yang berdiri di sebelah Erdogan pada Selasa itu mengumumkan "fase kedua dari rencana kami untuk memperluas" pembukaan kembali resor pantai timur Varosha yang dikuasai tentara Turki. Warga Siprus keturunan Yunani disini sudah diusir sejak invasi berlangsung puluhan tahun yang lalu.
Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis, Selasa (20/7) melalui cuitan menyatakan "pertumpahan darah" di Siprus "ditolak oleh dunia yang beradab".
"Waktu berlalu namun tidak seorang pun lupa," tulisnya. " Pesan berupa solusi adil dimana sebuah pulau bersatu eksis dan tanpa kehadiran tentara pendudukan, tetap kuat, bertahan, dan aktif."
Menteri Luar Negeri Yunani Nikos Dendias dijadwalkan berkunjung ke Siprus hari Rabu (21/7) menyusul lawatan Erdogan tersebut. [mg/jm]