Presiden Venezuela Nicolas Maduro berencana maju dalam pemilihan presiden untuk masa jabatan kedua, yang akan dilaksanakan pada 30 April.
Masih kesal dengan sanksi-sanksi internasional baru, Dewan Konstituen pro-Maduro secara bulat menyetujui pelaksanaan pemilihan baru pada Selasa (23/1), seiring dengan upaya Partai Sosialis yang berkuasa, mengonsolidasikan kekuatan.
Pemilihan dijadwalkan dilaksanakan pada akhir 2018, namun beberapa analis memperkirakan Madura akan mendorong pemungutan suara lebih dini untuk memanfaatkan perpecahan di kelompok oposisi yang mengeluhkan pemerintahan Maduro.
Tidak lama setelah dewan melakukan pemungutan suara, Maduro mengatakan dia akan maju kembali dalam pemilihan presiden. “Saya adalah pekerja sederhana,” kata Maduro kepada wartawan, seperti dikutip oleh Associated Press di sebuah pawai. “Saya akan menerima pencalonan presiden, bila kekuatan sosial dan politik revolusi Bolivia memutuskan.”
Pawai tersebut menandai 60 tahun sejak negara itu menumbangkan pemerintahan diktator militer.
Kemungkinan Maduro terpilih kembali, akan menghina “sanksi dan persekusi finansial,” yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, kata Wakil Presiden Tareck El Aissami dihadapan peserta pawai, yang menyoraki dan bertepuk tangan.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Heather Nauert, ditanya apakah Venezuela akan diuntungkan dengan masa jabatan kedua Maduro, kantor berita Reuters melaporkan. “Saya pikir tidak,” kata Nauert kepada para wartawan. “Saya pikir itu bukan ide yang bagus. Tetapi memang warga yang harus menentukan.” [fw]