Presiden Yudhoyono akan Hadiri Shanghai World Expo dan KTT ASEAN

  • Wella Sherlita

Presiden Yudhoyono akan menjadi pembicara utama dalam forum bisnis, Shanghai World Expo 2010.

Agenda KTT ASEAN, selain membahas masalah demokrasi di Birma, juga partisipasi AS dan Rusia dalam East Asia Summit.

Sepekan terakhir di bulan Oktober, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan melakukan kunjungan kerja ke Tiongkok dan Vietnam. Presiden beserta rombongan meninggalkan Jakarta menuju Shanghai, pada Senin pagi, melalui Bandara Halim Perdanakusumah.

Ikut dalam rombongan Presiden adalah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Radjasa, dan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi.

Kepala Negara akan menghadiri Shanghai World Expo 2010, dan menjadi pembicara utama pada forum bisnis yang akan dihadiri oleh sekitar 300 pengusaha terkemuka Tiongkok dan Indonesia. Presiden juga akan menyaksikan penandatanganan perjanjian antara pengusaha kedua negara, di bidang pertambangan, energi, pertanian, dan ekonomi kreatif.

Dari Tiongkok, rombongan Presiden akan menuju Vietnam , untuk kunjungan kenegaraan dan menghadiri KTT ASEAN ke-17, pada tanggal 28-30 Oktober. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, mengatakan kepada pers, sejumlah persoalan di kawasan ini akan dibahas; termasuk pemilu di Birma, serta keikutsertaan Rusia dan Amerika Serikat pada forum East Asia Summit.

“Kita mengantisipasi masalah yang akan dibahas dengan hangat adalah persiapan pemilu (parlemen Birma) yang akan dilaksanakan pada 9 November mendatang. Kita ingin melihat pemilu ini sebagai bagian dari satu tahapan ke arah demokratisasi di Myanmar, agar bersamaan dengan dialog nasional mudah-mudahan menjadi pendorong terwujudnya demokratisasi di Myanmar. Posisi Indonesia mengenai pembebasan tahanan politik, khususnya Aung San Suu Kyi, itu sudah berulangkali disampaikan dan tetap menjadi posisi kita,” jelas Menlu.

Pemerintah militer Birma dikabarkan telah menolak kedatangan pemantau internasional dan jurnalis untuk melihat langsung jalannya pemilu. Namun, bukan berarti demokrasi di Birma tidak akan mencapai kemajuan di masa datang. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Studi HAM ASEAN, Marzuki Darusman, kepada VOA.

Indonesia tetap berposisi mendukung pembebasan tahanan politik di Birma, terutama Aung San Suu Kyi.

“Setiap pemilu akan terjadi (kemajuan demokrasi), sama seperti di Indonesia juga kita mengalami hal yang sama dulu (Orde Baru). Ini proses panjang yang harus dilalui oleh bangsa Myanmar, saya tidak mengesampingkan bahwa mestinya (pemilu) bisa lebih cepat dan lebih terbuka…” ungkap Marzuki Darusman.

Marzuki Darusman menambahkan, akan lebih baik jika pemerintah Indonesia dapat mengirimkan tim pemantau pemilu resmi ke Birma.

“Kalau boleh masuk saya kira baik. Misalnya, pemerintah mediasi agar ada kelompok pengamat dari Indonesia untuk ke sana, melihat dari dekat. Mungkin LSM di sini bisa minta pemerintah untuk menengahi agar bisa masuk ke Myanmar,” kata Marzuki Darusman lagi.

Tidak hanya persoalan politik di Birma, ASEAN juga menghadapi berbagai persoalan menyangkut pemerintah dan masyarakatnya; seperti konflik di perbatasan (Kamboja-Thailand, serta Indonesia-Malaysia), perdagangan manusia, pengungsi ilegal, serta terorisme. Jumlah rakyat miskin dan pengangguran juga masih sangat banyak.

Seperti yang disampaikan Menlu Natalegawa, Indonesia ingin agar ASEAN dapat lebih banyak berperan secara global; baik di bidang ekonomi dan politik.

“Kita ingin menampilkan ASEAN yang semakin berperan bukan saja di kawasannya (Asia Tenggara) atau Asia Timur, tetapi juga di kancah ekonomi dan politik internasional,” jelas Menlu Natalegawa.

Untuk mewujudkan harapan Indonesia ini maka semua negara anggota ASEAN harus bersatu dan bekerjasama dalam berbagai bidang untuk maju bersama-sama.