Sebuah tenda terpasang di salah satu jalur Solo - Surabaya, tidak jauh dari Terminal Tirtonadi Solo, Jumat (6/12). Tulisan Warung Makan Kuliner Daging Guk Guk, lengkap dengan daftar menu tampak di lembaran penutup depan dan samping tenda itu.
Guk-guk populer untuk sebutan anjing, memberikan ciri khas menu kuliner lainnya di Solo. Tenda atau bahkan kios yang menyajikan daging anjing sebagai bahan kuliner di Solo saat ini semakin marak. Dulu, kuliner daging anjing di Solo ini dikenal dengan sebutan Sate Jamu, tetapi kemudian diganti sesuai nama bahan bakunya karena banyak konsumen yang tidak mengira kuliner sate jamu itu dari daging anjing.
Salah seorang penggemar kuliner daging anjing, Anton Kristian, saat ditemui di salah satu warung kuliner di Solo, mengungkapkan sudah lima tahun ini bersama teman-temannya mengkonsumsi daging anjing di Solo.
"Sudah lima tahunan ini saya mengkonsumsi kuliner daging anjing. Tekstur daging anjing itu mirip daging sapi. Empuk dan punya ciri khas rasa. Pengolahan dan rasa kan juga tergantung yang masak dan bumbunya. Kalau saya lebih suka tongseng daging anjing, dimasak rica-rica saya tidak begitu suka. Saya juga tidak suka pedas. Awalnya dulu saya diajak teman kuliah, saya iseng ikut makan, wah ternyata saya suka. Agama saya juga tidak melarang," jelasnya.
Data Dog Meat Free Indonesia menyebutkan 13.700 ekor anjing dibunuh untuk dikonsumsi setiap bulan di wilayah Solo, Jawa Tengah. Sebagian besar pasokan dari Jawa Barat yang masih berstatus belum bebas rabies. Jawa Tengah yang berstatus bebas rabies sejak 1995 terancam karena tingginya konsumsi daging anjing.
Your browser doesn’t support HTML5
Saat bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, para pegiat perlidungan satwa itu mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengambil langkah cepat untuk menghentikan konsumsi daging anjing untuk mengantisipasi dampak penyebaran rabies.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, awal pekan ini mendesak pemerintah daerah di wilayahnya, termasuk pemerintah kota Solo, menerbitkan aturan pelarangan anjing sebagai bahan baku kuliner.
"Saya minta itu, karena kemarin banyak teman-teman yang protes karena kita juga pikirkan secara serius. Bukan perda yang kita minta, tetapi ada satu progres menuju minimal pengurangan konsumsi daging anjing. Syukur kalau bisa ada penghapusan. Kalau tidak ada aturan, bahaya rabies bisa tinggi. Saya jelaskan ke publik ternyata juga ada pro-kontra, anjing kan bukan untuk dikonsumsi. Menurut saya, pengurangan konsumsi daging anjing harus dilakukan. Saya sebenarnya kalau pedagang kuliner daging anjing itu ahli masak, ya coba ganti daging anjjng menjadi daging kambing, sapi, sehingga para pedagang itu bisa tetap berjualan kuliner," kata Ganjar Pranowo.
Walikota Solo, Hadi Rudyatmo, mengatakan banyaknya pedagang kuliner daging anjing di Solo itu karena mengalirnya pasokan daging itu. Menurut Rudy, penjualan kuliner daging anjing sudah berlangsung lama. Meski mendukung usulan Gubernur Jawa Tengah, Rudy menegaskan masih mencari solusi alternatif agar tidak merugikan pedagang kuliner daging anjing.
"Dengan melarang mereka berjualan kuliner daging anjing apa akan berakhir? Tidak. Kalau melarang mereka, kita tidak tahu harus pakai aturan apa. Kalau bicara masalah pecinta hewan, kita tidak bisa melarang pedagang jualan kuliner daging anjing. Sebelum ada aturan, bahkan saya belum lahir pun, pedagang kuliner daging anjjng ini sudah ada. Ini harus kita carikan solusi," kata Rudy.
"Para pedagang kuliner itu kan keluarganya juga butuh makan, menyekolahkan anaknya, jangan sampai dengan adanya pelarangan itu, akan menambah beban bagi pemerintah. Pelan-pelan lah upaya ini akan kita lakukan. Kita beri pendekatan, kalau pedagang kuliner itu selain memasak daging anjing apakah bisa digantikan bahan bakunya. Selama ini banyak PKL yang berjualan itu kan, ya karena pasokan daging anjing terus mengalir dan bertambah," imbuhnya.
Sementara itu, konsumen kuliner daging anjing, Anton memilih pasrah dengan rencana pemerintah untuk melarang anjing sebagai bahan kuliner. [ys/lt]