Para produsen cognac yang frustrasi di wilayah barat daya Prancis semakin cemas atas ancaman tarif yang mungkin diberlakukan oleh China terhadap minuman brendi asal Eropa. Langkah tersebut dikhawatirkan oleh para pelaku industri dapat memaksa minuman keras Prancis itu keluar dari pasar China.
Sekitar 800 pengunjuk rasa yang mengendarai traktor dan membawa poster berkumpul di Kota Cognac, Prancis barat daya, pada minggu lalu menuntut penundaan pemungutan suara Uni Eropa yang akan datang untuk memberlakukan bea masuk terhadap kendaraan listrik (EV) asal China.
Protes yang pertama sejak tahun 1998 itu terjadi setelah Beijing menolak untuk mengesampingkan tarif di masa depan menyusul penyelidikan anti-dumping terhadap minuman beralkohol yang diimpor dari Uni Eropa (UE).
Penyelidikan tersebut diluncurkan beberapa bulan setelah UE melakukan penyelidikan terhadap subsidi kendaraan listrik China.
Dan dengan Uni Eropa yang akan melakukan pemungutan suara pada minggu ini untuk memberlakukan tarif pada EV China, para pembuat minuman Prancis khawatir akan konsekuensi pemungutan suara tersebut terhadap mata pencaharian mereka.
BACA JUGA: China dan Uni Eropa Gelar Pembicaraan 'Konstruktif' Terkait Tarif Kendaraan Listrik“Situasinya mendesak,” kata Anthony Brun, ketua serikat pekerja produsen minuman Cognac. Ia menambahkan bahwa keputusan untuk memungut tarif terhadap EV China “akan membahayakan seluruh industri.”
Asosiasi antarprofesi Cognac, BNIC, baru-baru ini mengatakan pihaknya telah diberitahu bahwa China akan memberlakukan tarif sekitar 35% untuk minuman beralkohol Eropa, sebuah langkah yang dianggap menargetkan Prancis.
Hal tersebut terjadi meskipun Beijing berulang kali menjamin bahwa mereka tidak akan menerapkan tarif sementara setelah menemukan minuman beralkohol Eropa telah diekspor besar-besaran ke China, mengancam industri domestik negara itu dengan “kerugian cukup besar.”
“Selama setahun, kami telah memperingatkan otoritas Prancis dan Eropa tentang risiko ini dan perlunya menghentikan dampak buruk ini,” tulis Brun dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Perdana Menteri Prancis yang baru, Michel Barnier, tentang ancaman tarif tersebut.
”Kami adalah korban ... Kami tidak didengar,” kata Brun. Ia menulis atas nama serikat pekerja cognac.
Pada bulan Mei, Presiden Prancis Emmanuel Macron berterima kasih kepada mitranya dari China karena tidak mengenakan bea masuk pada cognac Prancis di tengah penyelidikan, dan menghadiahkan beberapa botol minuman mahal tersebut kepada Xi Jinping.
Tetapi bekerja sama dengan pihak berwenang China tidak membuahkan hasil dan menimbulkan biaya jutaan dolar, kata Florent Morillon, kepala BNIC. Tarif dapat memaksa minuman beralkohol Prancis “menghilang dari pasar China,” yang menyumbang seperempat ekspor, tambah Morillon.
Ancaman kehilangan pasar China bisa menjadi nyata bagi beberapa pembuat minuman beralkohol yang mengandalkan keuntungan dari konsumen luar negeri hingga 60%. China mengimpor lebih banyak cognac daripada minuman beralkohol lainnya pada tahun 2022, dengan sebagian besar di antaranya berasal dari Prancis, menurut sebuah laporan dari kelompok riset Daxue Consulting.
Produsen Cognac meminta Uni Eropa untuk menunda pemungutan suara pada 25 September mendatang tentang pengenaan tarif pada kendaraan listrik yang diimpor dari China, karena khawatir China akan merespons dengan bea masuk pada brendi Eropa.
“Kami tidak punya jalan keluar,” kata Rodolphe Texier, seorang anggota serikat petani di wilayah Charente, Prancis barat.
“Jika Eropa tidak mendengar kami, kami akan mati,” kata Texier. Ia menambahkan bahwa ia mengkhawatirkan dampak yang meluas di seluruh industri yang dapat berdampak pada semua orang, mulai dari penyuling, pembuat tong penyimpan minuman, hingga pengemudi truk.
BACA JUGA: Perusahaan Teknologi Raksasa Tunggu Terpilihnya Kepala Antimonopoli Uni Eropa yang BaruDengan lebih dari 4.400 pertanian dan sekitar 85.000 pekerjaan, industri cognac Prancis sudah berada dalam masalah setelah mengalami penurunan penjualan sebesar 22% pada tahun 2023 dan secara dramatis mengurangi zona penanaman anggur baru.
Pembuat brendi Prancis bukan satu-satunya yang berada di bawah tekanan, karena Beijing meluncurkan protes terhadap anak perusahaan Uni Eropa pada beberapa produk susu pada bulan Agustus lalu.
Meskipun pertemuan “pada prinsipnya” telah diatur antara BNIC dan kantor perdana menteri, Florent Morillon mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa ada perasaan “tersandera” oleh Paris dan Brussels.”
“Otoritas Prancis dan Eropa telah memutuskan untuk mengorbankan kami,” tulis kepala serikat pekerja Anthony Brun.
“Tidak memedulikan pekerjaan kami, bobot kami dalam ekonomi lokal, kontribusi kami terhadap perdagangan, dan citra Prancis,” tambahnya. [my/ka]