Presiden Iran Ebrahim Raisi, Selasa (4/10), menyerukan persatuan nasional dan berusaha meredakan kemarahan terhadap para pemimpin negara itu, bahkan ketika protes antipemerintah yang telah melanda negara itu selama berpekan-pekan, kini menyebar ke universitas-universitas dan sekolah-sekolah menengah.
Raisi mengakui bahwa Republik Islam itu memiliki “kelemahan dan kekurangan,'' tetapi mengulangi pernyataan resmi pemerintahnya bahwa kerusuhan yang dipicu bulan lalu oleh kematian seorang perempuan berusia 22 tahun dalam tahanan polisi moral, tidak lain adalah plot yang dirancang oleh musuh-musuh Iran.
''Hari ini tekad negara ditujukan pada kerja sama untuk mengurangi masalah rakyat,'' katanya dalam sesi parlemen. “Persatuan dan integritas nasional adalah kebutuhan yang membuat musuh kita putus asa.''
Klaimnya menggemakan pernyataan pemimpin agung Iran Ayatollah Ali Khamenei, yang menuding Amerika Serikat dan Israel, musuh negara itu, sebagai penghasut kerusuhan dalam pidato pertamanya tentang protes nasional itu pada hari Senin. Ini adalah taktik yang biasa digunakan para pemimpin Iran, yang tetap tidak percaya pada pengaruh Barat sejak Revolusi Islam 1979 dan biasanya menyalahkan masalah domestik pada musuh-musuh asing tanpa memberikan bukti.
Protes, yang muncul sebagai tanggapan atas kematian Mahsa Amini yang ditangkap karena diduga melanggar aturan berpakaian ketat Republik Islam, telah melibatkan puluhan kota di berbagai penjuru negara itu dan berkembang menjadi tantangan paling luas bagi kepemimpinan di Iran selama bertahun-tahun. Rangkaian krisis yang telah lama bercokol juga membantu memicu kemarahan publik, termasuk penindasan politik negara itu, ekonomi yang buruk, dan isolasi global.
Pasukan keamanan Iran telah berusaha membubarkan demonstrasi dengan gas air mata, pelet logam, dan dalam beberapa kasus tembakan dengan peluru tajam, kata kelompok-kelompok HAM. TV pemerintah Iran melaporkan bahwa konfrontasi kekerasan antara pengunjuk rasa dan polisi telah menewaskan sedikitnya 41 orang, tetapi kelompok-kelompok HAM mengatakan jumlahnya jauh lebih tinggi.
Ketika tahun ajaran baru secara resmi dimulai pekan ini, demonstrasi menyebar dengan cepat ke kampus-kampus universitas, yang telah lama dianggap sebagai tempat perlindungan pada saat terjadi gejolak. Video-video di media sosial menunjukkan sejumlah mahasiswa mengekspresikan solidaritas mereka terhadap rekan-rekan yang ditangkap dan menyerukan diakhirinya Republik Islam. Diguncang oleh kerusuhan, banyak universitas mengganti kelas tata muka dengan kelas online pekan ini.
Universitas Teknologi Sharif yang bergengsi di Teheran menjadi medan pertikaian pada hari Minggu ketika pasukan keamanan mengepung kampus itu dari semua sisi dan menembakkan gas air mata ke arah para pengunjuk rasa yang bersembunyi di dalam area parkir. Serikat mahasiswa melaporkan bahwa polisi menangkap ratusan mahasiswa, meskipun banyak yang kemudian dibebaskan. [ab/ka]