Para pengungsi Muslim dari Afghanistan dilibatkan dalam proyek daur ulang busana di Perancis. Proyek tersebut dikembangkan berkat kerja sama para pekerja sosial dan sejumlah mahasiswa fesyen Paris, dan ditujukan untuk memberdayakan para pengungsi agar bisa menjalani kehidupan baru di pusat mode dunia itu secara mandiri.
Bagher Husseini barangkali tidak pernah bermimpi hijrah ke Perancis dan terlibat dalam dunia fesyen di negara yang terkenal sebagai pusat mode dunia. Tapi, itulah kehidupan yang kini dijalani pria Muslim yang mengungsi ke Perancis dari Provinsi Ghazni, Afghanistan, untuk menghindari kekerasan yang bergolak di negaranya dan kekejaman kelompok Taliban.
Pria berusia 21 tahun itu mengatakan, "Saya pernah bekerja sebagai penjahit. Jadi saya mengerti cara menjahit, cara memotong. Saya sangat menyukainya. Sebagai penjahit, saya sangat suka memilih-milih warna, memilih-milih jenis kain, dan kemudian membuat sesuatu yang istimewa dari kain-kain itu."
Husseini sibuk merombak pakaian-pakaian bekas dan mengubahnya menjadi pakaian pria modern. Salah satunya adalah celana jin lusuh model longgar yang kini terlihat sangat trendi karena ditempeli potongan kain yang mendongkrak penampilan luarnya. Ia juga merombak sejumlah jaket dan topi, yang kadang-kadang terinspirasi oleh pakaian tradisional Afghanistan. Husseini berharap, semua rancangannya ini bisa ditampilkan di panggung peragaan busana yang akan digelar tahun ini.
Your browser doesn’t support HTML5
Husseini adalah salah satu dari peserta "Proyek Reprise", sebuah program kolaborasi antara para mahasiswa fesyen Perancis dan para migran dari Afghanistan dan Timur Tengah. Proyek itu dikembangkan untuk memberi para migran yang umumnya Muslim itu keahlian dalam mendaur ulang busana. Daur ulang yang dimaksud adalah merombak busana menjadi pakaian yang modern dan trendi.
Bagi Husseini sendiri, proyek tersebut memberinya harapan. Ia ingin kekerasan hidup yang dijalaninya di Afghanistan dan selama pengungsian sementaranya di Iran menjadi bagian dari masa lalunya, dan menyongsong kehidupan yang lebih cerah di Perancis.
Kyle Emunson, lulusan Institut Francais De La Mode, salah satu penggagas Reprise itu, mengaku bangga dengan proyek itu.
"Proyek ini adalah tentang para pengungsi. Kami benar-benar menyatukan kamp pengungsi ini. Kami benar-benar mencari para pengungsi yang tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, menyatukan mereka dalam lingkungan komunitasnya dan menyebarkan hal-hal positif," komentarnya.
Ada sekitar 200 pencari suaka yang terlibat dalam proyek yang berkantor pusat di pinggiran Paris itu. Sekali atau dua kali seminggu, mereka bertemu dalam lokakarya untuk mengasah keterampilan baru mereka dalam menjahit, menyulam, merajut, dan bahkan memeragakan busana.
Imran Hazarbuz, yang suka bermain kriket di Afghanistan sebelum mengungsi, datang ke lokakarya itu untuk belajar menjadi model.
"Saya suka datang ke sini untuk belajar menjadi model. Pokoknya, ingin menjadi model dan main kriket. Saya tidak tahu pekerjaan mana yang lebih baik untuk saya, kita lihat saja nanti," jelasnya.
Emunson memberi kesempatan kepada para peserta untuk mengembangkan diri. Ia berharap para peserta proyek ini kelak bisa berdiri sendiri.
“Jadi tujuan besarnya adalah tidak hanya mengajarkan keterampilan kepada para pengungsi sehingga bisa berintegrasi dalam angkatan kerja Perancis, tetapi juga benar-benar memberi mereka pemberdayaan sosial, benar-benar memberi mereka kesempatan untuk dapat belajar dari proyek ini dan mendapatkan penghasilan.”
Para mahasiswa mode dan sejumlah pekerja sosial yang terlibat dalam proyek itu ingin mendapatkan bantuan mesin jahit dan kain dari merek-merek fesyen ternama. Jika mereka berhasil mewujudkannya, koleksi pertama proyek Reprise kemungkinan bisa dipasarkan akhir tahun ini. [ab/uh]