Para aktivis dalam kelompok itu mengatakan ini adalah masalah HAM, tetapi beberapa orang yang menonton demonstrasi itu tidak yakin.
Mengenakan topeng berwarna hitam dan oranye yang menutupi wajah mereka, sekitar 40 laki-laki dan perempuan menghentikan lalulintas pada hari kerja yang sibuk, guna menarik perhatian pada masalah pelacuran yang ada di ibukota Kenya itu tetapi jarang disebut.
Demonstrasi itu menyusul demonstrasi serupa dalam beberapa hari terakhir di sejumlah negara, termasuk di Afrika Selatan dan Namibia, sebagai bagian dari gerakan para pekerja seks internasional.
“Hari ini adalah hari hak-hak pekerja seks. Kami ingin dekriminalisasi pekerja seks karena pelecehan yang dilakukan oleh polisi, stigma, akses kesehatan, akses pada berbagai layanan hukum, tiadanya keadilan yang kami rasakan,” kata seorang pekerja seks pria.
Dottie – bekas pekerja seks berusia 28 tahun yang sekarang menjadi aktivis organisasi keadilan sosial “Fahamu” mengatakan, demonstrasi ini menyangkut HAM yang paling mendasar.
Ia mengatakan, “Di Kenya dan berbagai bagian Afrika lainnya – terutama di Afrika Timur – para pekerja seks tidak dianggap sebagai manusia. Mereka didiskriminasi. Mereka dilecehkan dan tidak mendapat akses apapun, termasuk layanan hukum jika mereka diserang atau diperkosa”.
Pelacuran merupakan hal ilegal di Kenya, tetapi pekerja seks kerap ditemui di jalan-jalan ibukota dan di bar atau hotel kelas atas di kota itu.
Komba Karofia merupakan satu dari ratusan orang yang berdiri di sepanjang jalan menyaksikan demonstrasi itu.
“Saya kira pelacuran selalu ada dan adalah suatu hipokrasi karena Jalan Koinange merupakan tempat pelacur mangkal, pemerintah tidak memiliki kebijakan – dalam buku-buku hukum tertulis bahwa pelacuran ilegal, tetapi prakteknya pemerintah tidak menjalankan larangan itu,” ujar Komba.
Tetapi tidak semua orang bersikap begitu toleran. Seorang warga Nairobi, Baswete mengatakan, “Saya membenci (prostitusi), karena itu tidak bermoral dan Tuhan tidak menghendaki orang melakukan prostitusi.”
Itulah pendapat Baswete, seorang laki-laki paruh baya yang memaki para demonstran ketika massa demonstrasi melewati pusat kota Moi Avenue. Ia mengatakan sejak ia pindah ke Nairobi tahun 1963 ketika masih anak-anak, ia sudah kecewa dengan adanya para pelacur.
Awal tahun ini Walikota Nairobi George Aladwa mengusulkan untuk melegalkan pelacuran setelah menerima daftar keluhan dari para pekerja seks kota itu. Ia segera membatalkan usul itu setelah timbul reaksi buruk, dan mengatakan polisi akan terus menumpas apa yang disebut “twilight girls” atau “perempuan malam” dan pelanggan mereka.