Pusat Kajian Anti-Korupsi: KPK Perlu Masuk Dalam Konstitusi

  • Nurhadi Sucahyo

Terbuka kemungkinan untuk mengupayakan agar KPK diatur dalam Undang-Undang Dasar. Diharapkan dengan dasar hukum yang lebih kuat, KPK mampu terhindar dari upaya-upaya pihak tertentu yang berupaya menghalangi kinerjanya, dengan membidik titik-titik kelemahan lembaga tersebut (Foto: dok).

Pengamat korupsi dari Pusat Kajian Anti Korupsi, Dr Zainal Arifin Mochtar mengatakan KPK sebaiknya diatur dalam konstitusi.
Sebagai lembaga anti korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sering diganggu eksistensinya. Terutama jika lembaga ini sedang menangani kasus besar. Gangguan itu antara lain dari sisi anggaran, kewenangan, hingga penarikan staf penyidik yang dipinjam dari lembaga lain.

Untuk menghindari terulangnya kasus semacam ini, Wakil Ketua KPK Bambang Widjoyanto mengatakan terbuka kemungkinan untuk mengupayakan agar KPK diatur dalam Undang-Undang Dasar. Diharapkan dengan dasar hukum yang lebih kuat ini, KPK mampu terhindar dari upaya-upaya pihak tertentu yang berupaya menghalangi kinerjanya, dengan membidik titik-titik kelemahan lembaga tersebut.

"Yang pertama KPK lembaga independen. Yang kedua, ada kecenderungan di tingkat internasional, lembaga-lembaga independen tertentu itu harus secara eksplisit dimuat di dalam konstitusi. Misalnya apa, lembaga yang berkaitan dengan hak asasi manusia, yang berkaitan dengan pers, dan yang berkaitan dengan anti korupsi. Untuk contoh, Brunei Darussalam, meletakkan komisi anti korupsinya di dalam konstitusi, Timor Timur, Malaysia, Philiphina, Thailand, Singapura juga dalam konstitusi," kata Bambang Widjoyanto.

Meski perjalanan ke arah tersebut masih jauh, tetapi KPK telah merumuskan langkah-langkah penting menuju ke sana. Salah satunya adalah memperjuangkan 17 prinsip kondisi ideal bagi lembaga anti korupsi, agar dapat bekerja lebih maksimal.

"Kami baru saja melaksanakan international conference, itu khusus merumuskan apa yang disebut dengan prinsip-prinsip independensi dan efektivitas dalam lembaga anti korupsi. Dan kami merumuskan ada 17, misalnya otonomi di dalam menentukan budget, itu penting. Jaminan "immunity" supaya orang-orang yang bekerja disitu tidak dituduh melakukan tindak pidana, seperti Novel Baswedan misalnya," jelas wakil ketua KPK.

Pengamat korupsi dari Pusat Kajian Anti Korupsi, Zainal Arifin Mochtar (VOA/Nurhadi)

Pengamat korupsi dari Pusat Kajian Anti Korupsi, Dr Zainal Arifin Mochtar mengakui, KPK memang sebaiknya diatur dalam konstitusi. Namun meski begitu, posisi lembaga yang diatur di dalamnya tidak berarti sepenuhnya aman. Tetap ada celah jika DPR melakukan amandemen Undang-Undang Dasar, dan kemudian melakukan perubahan pasal mengenai KPK. Meskipun, kata Zaenal, upaya itu jelas lebih sulit dibanding saat ini, saat KPK hanya diatur melalui undang-undang biasa.

"Dia (KPK) hanya akan menjadi lebih kuat ketika dicantumkan di konstitusi. Karena untuk mengubah dia, atau membubarkan dia harus mengubah konstitusi. Tapi kan mengubah konstitusi bukan hal yang sangat susah, walaupun juga bukan hal yang gampang. Misalnya negara jatuh, konstitusi kan bisa berbuah, atau darurat militer. Tapi bahwa ke depan konstitusi memuat kekuatan KPK, saya setuju. Memang harus begitu," jelas Dr. Zainal Arifin Mochtar.

Berbagai gangguan sering dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, yang secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap kinerja KPK. DPR berulangkali berencana melakukan perubahan undang-undang untuk mengurangi kewenangan KPK. Penyidik dari Kepolisian pun sering dipanggil ke lembaga induknya, di tengah-tengah upaya penyidikan kasus korupsi.

Yang paling menyita perhatian adalah ketika penyidik Novel Baswedan hendak ditangkap dengan tuduhan satu kejahatan yang diduga dilakukan delapan tahun lalu. Upaya itu dilakukan ketika Novel Baswedan menjadi koordinator penyidikan kasus simulator SIM yang melibatkan sejumlah petinggi polisi. Hal itu gagal setelah Presiden SBY memerintahkan Polri menghentikannya atas desakan kuat dari masyarakat.