Sebuah “pengadilan rakyat” mengadili Presiden Rusia Vladimir Putin, Senin (20/2) atas kejahatan agresi terkait invasinya ke Ukraina.
Pengadilan itu dilangsungkan sebagai langkah simbolis untuk menutup “kesenjangan akuntabilitas” karena tidak adanya pengadilan internasional yang memiliki yurisdiksi untuk kasus itu.
Pengadilan tidak memiliki kekuatan hukum tetapi para jaksa penuntut hari Senin mengatakan bahwa mereka akan memberikan bukti bahwa Putin melakukan kejahatan agresi dengan memerintahkan invasi hampir setahun yang lalu dan melancarkan perang yang menghancurkan dan telah menewaskan ribuan orang dan meluluhlantakkan kota-kota di Ukraina.
“Ini adalah kejahatan yang termasuk dalam sejarah kekejian. Ini adalah kejahatan yang menuntut pertanggungjawaban dan ini adalah kejahatan yang telah menimbulkan korban dan kerusakan di Ukraina yang biayanya sangat besar,” kata Drew White, pengacara Kanada yang bertindak sebagai salah seorang jaksa dalam pengadilan itu.
Walaupun Mahkamah Kejahatan Internasional telah membuka penyelidikan atas kejahatan yang dilakukan Rusia di Ukraina, pengadilan itu tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili para pemimpin Rusia atas agresi tersebut.
Jurnalis Ukraina Angela Slobodyan bertindak sebagai seorang saksi mata atas serangan Rusia di Ukraina. “Saya mengerti bahwa ini adalah pengadilan skenario, yang harus menjadi sidang pendahuluan ke pengadilan yang sebenarnya. Saya pikir dan saya berharap pengadilan yang sebenarnya akan dilakukan dan Rusia akan dimintai pertanggungjawaban atas agresinya terhadap Ukraina,” jelasnya.
Namun, sejauh ini tekanan internasional semakin meningkat agar dibentuk mahkamah khusus untuk mengadili kejahatan tersebut.
Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi yang tidak mengikat pada bulan Januari yang menyerukan blok 27 negara itu agar “menjalin kerja sama yang erat dengan Ukraina guna mengupayakan dan membangun dukungan politik di Majelis Umum PBB serta forum internasional lainnya ... untuk menciptakan pengadilan khusus atas kejahatan agresi Rusia terhadap Ukraina.”
Belanda, yang menjadi tempat bagi beberapa pengadilan internasional, telah menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah pengadilan tersebut.
Pengadilan rakyat ini merupakan prakarsa dari kelompok-kelompok hak asasi manusia, termasuk Cinema for Peace, Pusat Kebebasan Sipil Ukraina dan Ben Ferencz, pengacara berusia 102 tahun yang merupakan jaksa penuntut terakhir dari pengadilan Nuremburg pasca-Perang Dunia II terhadap para pemimpin senior Nazi Jerman. [lt/ab]