Mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dinyatakan bersalah, Senin (8/1) atas kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.
Kasus itu sendiri mencuat setelah putranya yang bermasalah menyerang seorang remaja dan dipenjarakan dalam persidangan terpisah.
Rafael, yang mengundurkan diri dari jabatannya di Kementerian Keuangan sebelum persidangan dimulai, telah mengumpulkan puluhan miliar rupiah dari pembayar pajak yang membayar perusahaan konsultannya yang terdaftar atas nama orang yang berbeda, demikian ungkap pengadilan.
Perusahaan tersebut membantu para pembayar pajak mengurangi pembayaran pajak mereka, yang bertentangan dengan kepentingan tugas Rafael di Direktorat Pajak.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Hakim Ketua Suparman Nyompa memerintahkan Rafael mengembalikan uang curian sebesar Rp 10 miliar ($644.000) ke kas negara, atau asetnya akan disita dan hukuman penjaranya akan ditambah tiga tahun lagi. Pembayaran kembali harus dilakukan dalam waktu satu bulan setelah putusannya dinyatakan final dan mengikat.
Dalam sidang sebelumnya, jaksa menuntut terdakwa mengembalikan uang sebesar Rp 18,9 miliar kepada negara. Namun, majelis hakim menyebut pengabdiannya selama puluhan tahun di Kementerian Keuangan sebagai faktor yang meringankan. “Salah satu faktor penentu keringanan hukuman adalah masa kerja terdakwa sebagai PNS selama 30 tahun,” kata Hakim Suparman. Namun hukuman penjara tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa.
Rafel tinggal selangkah lagi untuk dipromosikan menjadi kepala kantor pajak Jakarta ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka pada bulan Maret.
Investigasi korupsi ini dilakukan menyusul penyelidikan media dan publik tentang gaya hidup keluarganya setelah putranya Mario Dandy menyerang seorang remaja dan membuat korbannya koma dalam sebuah video mengerikan yang menjadi viral di platform media sosial.
Mario saat ini menjalani hukuman 12 tahun penjara atas penyerangan pada 20 Februari 2023 dan menghadapi dakwaan lain karena diduga menganiaya pacarnya yang masih di bawah umur.
Kementerian Keuangan juga menggelar penyelidikan terpisah terhadap dugaan aset Rafael yang tidak diklaim dan merekomendasikan pemecatannya, yang kemudian mendorong pengunduran dirinya.
Masalah hukumnya semakin parah ketika jaksa menyebut istrinya, Ernie Meike Torondek, sebagai salah satu konspirator dalam kejahatan tersebut.
Dalam sidang pembukaan pada bulan Agustus, jaksa penuntut mengatakan bahwa Ernie berperan aktif dalam kegiatan kriminal tersebut, meskipun ia belum ditetapkan secara resmi sebagai tersangka.
Sejak tahun 2015, Rafael konon telah membelikan sedikitnya 70 tas bermerek mewah untuk istrinya senilai Rp 1,6 miliar, menurut dakwaan. Tas-tas tersebut dari merek-merek ternama seperti Louis Vuitton, Chanel, Hermes, Christian Dior, Yves Saint Laurent, Balenciaga, Givenchy, dan Gucci.
Pada tahun 2008, pasangan ini mendirikan perusahaan konsultan keuangan Cubes Consulting, dan empat tahun kemudian, mereka meluncurkan perusahaan konstruksi Bukit Hijau Asri.
Pada tahun 2022, mereka mendirikan perusahaan konsultan Artha Mega Ekadhana, dengan Ernie menjabat sebagai komisaris utama.
Perusahaan tersebut menyewa konsultan pajak untuk membantu klien korporat dalam menyelesaikan sengketa pajak dengan pemerintah, yang menurut jaksa penuntut jelas merupakan konflik kepentingan mengingat profesi Rafael. “Sejak Mei 2002, terdakwa bersama Ernie Meike Torondek diduga menerima suap sebesar Rp 16,6 miliar,” kata jaksa di pengadilan saat itu.
Berdasarkan dakwaan, Rafael menggunakan dana haram tersebut untuk membelikan Toyota Land Cruiser untuk putranya yang bermasalah dengan harga Rp 2,1 miliar pada tahun 2020.
Junaedi Saibih, pengacara Rafael, belum menanggapi permintaan komentar Reuters. Rafael, yang sebelumnya membantah melakukan kesalahan, mengatakan di pengadilan bahwa ia sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding.
Juru bicara Kantor pajak mengatakan pihaknya menghormati keputusan tersebut.
Kasus Rafael ini menyusul kemarahan publik di media sosial atas para pejabat pemerintah yang terlihat memamerkan kekayaan dan gaya hidup mewah mereka. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memecat Rafael dan memeriksa beberapa pegawai negeri tahun lalu, sehingga memicu seruan masyarakat untuk berhenti membayar pajak.
Menurut badan pengawas korupsi global Transparansi Internasional, Indonesia turun empat poin dalam indeks persepsi korupsi pada tahun 2022 menjadi peringkat 110 dari 180 negara. [ab/uh]