Raja Charles III dinobatkan pada Sabtu (6/5) dalam acara seremonial terbesar di Inggris selama tujuh dekade terakhir. Penobatan tersebut diwarnai arak-arakan meriah yang sudah jadi tradisi sejak 1.000 tahun lalu.
Di depan tamu yang terdiri dari sekitar 100 pemimpin dunia dan jutaan pemirsa televisi, Uskup Agung Canterbury, pemimpin spiritual Gereja Anglikan, perlahan-lahan meletakkan Mahkota St Edward yang berumur 360 tahun di atas kepala Charles saat dia duduk di atas sebuah kursi takhta yang dibuat pada abad ke-14 di Westminster Abbey.
Peristiwa bersejarah dan khusyuk ini dimulai sejak masa William sang Penakluk pada 1066.
Istri kedua Charles, Camilla, 75 tahun, dinobatkan sebagai ratu pada kesempatan yang sama. Penobatan tersebut, meskipun berakar pada sejarah, tetap berupaya menghadirkan warna monarki yang mengikuti perkembangan zaman, dengan menghadirkan para pemimpin yang lebih beragam dari semua kepercayaan.
Bagi sebuah negara yang berjuang untuk menemukan jalannya dalam pusaran politik setelah keluar dari Uni Eropa dan mempertahankan kedudukannya dalam dunia modern, para pendukungnya mengatakan bahwa keluarga kerajaan menjadi pemikat daya tarik internasional, alat diplomatik yang vital, dan sarana untuk tetap bertahan di pentas dunia.
"Tidak ada negara lain yang dapat menampilkan pertunjukan yang begitu mempesona -- prosesi, arak-arakan, upacara, dan pesta jalanan," kata Perdana Menteri Rishi Sunak.
Terlepas dari antusiasme Sunak, penobatan tersebut berlangsung di tengah krisis biaya hidup yang menerpa warga Inggris dan skeptisisme publik, terutama di kalangan muda, tentang peran dan relevansi monarki.
Gelaran penobatan Raja Charles terhitung lebih sederhana dibandingkan ibunya, Ratu Elizabeth pada 1953. Namun, kerajaan tetap berusaha menjadikan penobatan tersebut spektakuler dengan menampilkan serangkaian peninggalan perhiasan bersejarah dari bola emas, pedang berhiaskan berlian, hingga tongkat kerajaan yang mengandung berlian potong tak berwarna terbesar di dunia.
Charles secara otomatis naik takhta setelah kematian Ratu Elizabeth pada September lalu, dan penobatan itu tidak esensial tetapi dianggap sebagai sarana untuk mengesahkan raja secara publik.
Raja dan ratu meninggalkan Istana Buckingham menuju Westminster Abbey dengan Kereta Kencana Diamond Jubilee yang lebih modern, ditemani pasukan barisan berkuda yang mengenakan pelindung dada yang bersinar dan helm berbulu.
Ratusan tentara berseragam merah dan topi kulit beruang hitam berjejer sepanjang rute jalan raya The Mall menuju Istana Buckingham. Puluhan ribu orang abaikan hujan rintik-rintik untuk menyaksikan momen yang dianggap sebagian orang bersejarah.
Namun, tidak semua warga yang hadir bertujuan untuk memberi selamat kepada Charles. Ratusan pendukung republik mencemooh dan melambai-lambaikan spanduk bertuliskan "Bukan Rajaku".
BACA JUGA: Raja Charles III: Penantian Lama Meraih TakhtaLebih dari 11.000 polisi dikerahkan untuk menghentikan upaya gangguan tersebut, dan kelompok kampanye Republik mengatakan pemimpinnya Graham Smith ditangkap bersama dengan lima pengunjuk rasa lainnya.
"Ini adalah sebuah sistem yang tidak setara dan ketinggalan zaman, karena memiliki individu miliarder turun-temurun yang lahir dalam kekayaan dan hak istimewa, yang pada dasarnya melambangkan ketidaksetaraan kekayaan dan kekuasaan dalam masyarakat kita," kata anggota parlemen Clive Lewis, yang termasuk di antara pengunjuk rasa antimonarki.
Di dalam Westminster Abbey, dihiasi dengan bunga dan bendera, para politisi dan perwakilan dari Negara Persemakmuran duduk bersama pekerja amal dan selebritas, termasuk aktor Emma Thompson, Maggie Smith, Judi Dench, dan penyanyi AS Katy Perry.
Sebagian besar upacara tersebut menampilkan unsur-unsur leluhur Charles hingga Raja Edgar pada 973, kata para pejabat. Lagu penobatan Handel "Zadok The Priest" dinyanyikan seperti pada setiap penobatan sejak 1727.
Cucu Charles, Pangeran George, dan cucu Camilla bertindak sebagai pagar, dan meskipun merupakan kebaktian Kristen, pada akhirnya akan ada salam yang "belum pernah terjadi sebelumnya" dari para pemimpin agama.
Namun, putra bungsu Charles, Pangeran Harry, tidak memiliki peran penting dalam penobatan tersebut, pascaperselisihan dengan keluarganya. Selain Harry, saudara laki-laki Charles, Pangeran Andrew, juga dihentikan dari tugas kerajaan karena persahabatannya dengan mendiang pemodal AS Jeffrey Epstein, terpidana pelaku kejahatan seksual.
Mereka duduk di baris ketiga di belakang anggota keluarga kerajaan yang aktif.
Charles tampak serius ketika dia bersumpah untuk memerintah dengan adil dan menegakkan Gereja Inggris — di mana dia adalah kepala titulernya — sebelum bagian paling sakral dari upacara ketika dia diurapi di tangan, kepala, dan dadanya oleh Uskup Agung Canterbury, Justin Welby, dengan minyak suci yang diberkati di Yerusalem.
Setelah memberikan tanda kebesaran simbolis, Welby menempatkan Mahkota St. Edward di kepalanya dan jemaat bersorak, "Tuhan selamatkan Raja.”
Setelah kebaktian, Charles dan Camilla akan berangkat dengan Kereta Kencana Emas seberat empat ton yang dibuat untuk George III, raja terakhir koloni Inggris di Amerika, menuju Istana Buckingham dalam parade satu mil yang terdiri dari 4.000 personel militer dari 39 negara.
Ini akan menjadi pertunjukan terbesar kerajaan di Inggris sejak penobatan Ratu Elizabeth. [ah/gg]