Banyak diantara 55 juta pemilih Iran sudah menuju TPS-TPS hari Jumat untuk memilih presiden baru. Pemenangnya akan menggantikan presiden Ahmadinejad yang kontroversial, meskipun ada keraguan presiden yang baru akan membawa perubahan penting.
Warga Iran mulai antri untuk memberikan suara mereka segera setelah TPS dibuka, tidak terpengaruh pada apa yang sering digambarkan sebagai kampanye bisu yang tidak bersemangat. Kantor berita pemerintah Iran melaporkan jam-jam TPS diperpanjang karena banyaknya pemilih yang memberikan suara.
Gelombang antusiasme pada menit-menit terakhir itu, sebagian disebabkan oleh ulama moderat Hassan Rohani yang minggu ini didukung oleh para pemuka reformis yang menghimbau pemilih untuk tidak memboikot pemilu itu.
Sewaktu memberikan suaranya, Rohani berupaya menggambarkan masa depan yang inklusif dan optimisis.
“Selama rakyat mendukung, kita dengan mudah bisa menyelesaikan masalah negara dengan bantuan rakyat dan para tokoh elit,” kata Rohani.
Lima calon lainnya, termasuk perunding nuklir Iran Said Jalili yang dipandang oleh banyak analis sebagai favorit yang unggul dalam kampanye dan sekutu kuat pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
“Hari ini rakyat kita telah membuktikan kepada dunia kerepublikan para pemimpin kita yang mendukung Islam,” kata Said Jalili.
Walikota Teheran Mohammad Bagher Qalibaf juga memberi penekanan penting.
“Yang terpenting adalah sebagian besar rakyat ikut dalam peristiwa penting ini, sehingga musuh-musuh Islam memahami bahwa rakyat kita, selalu memikirkan negaranya dan akan ikut serta,” kata Mohammad Bagher.
Untuk memenangkan pemilu, para calon harus memperoleh 50 % suara. Jika tidak tercapai para peraih suara terbanyak akan menghadapi pemilu kedua sekitar seminggu lagi.
Yang dipertaruhkan rakyat Iran adalah masa depan ekonomi, yang lumpuh akibat sanksi internasional terkait program nuklir Iran yang kontroversial.
Barbara Slavin dari Atlantic Council mengatakan ada konsekwensi pemilu bagi pihak Barat.
“Meskipun orang-orang dengan cepat menyimpulkan pemilu ini, ini juga memberikan kesempatan bagi perubahan jabatan baik secara kentara maupun tidak kentara. Merupakan akhir kepresidenan Ahmadinejad yang sangat-sangat merugikan Iran dan mungkin presiden berikutnya akan lebih mudah dihadapi oleh pihak barat,” demikian menurut Barbara Slavin.
Meski demikian pejabat tinggi Iran, pemimpin tertinggi menepis kecaman bahwa pemilu itu tidak lebih dari sebuah pertunjukan yang tidak demokratis.
“Baru-baru ini saya mendengar orang dari Dewan Keamanan Nasional Amerika mengatakan bahwa 'mereka tidak menganggap pemilu Iran sah', terserah, kami tidak peduli dengan kalian,” pungkas Ayatollah.
Rakyat Iran mengantri, memberikan suara mereka dan kini menanti apa yang terjadi selanjutnya.
Gelombang antusiasme pada menit-menit terakhir itu, sebagian disebabkan oleh ulama moderat Hassan Rohani yang minggu ini didukung oleh para pemuka reformis yang menghimbau pemilih untuk tidak memboikot pemilu itu.
Sewaktu memberikan suaranya, Rohani berupaya menggambarkan masa depan yang inklusif dan optimisis.
“Selama rakyat mendukung, kita dengan mudah bisa menyelesaikan masalah negara dengan bantuan rakyat dan para tokoh elit,” kata Rohani.
Lima calon lainnya, termasuk perunding nuklir Iran Said Jalili yang dipandang oleh banyak analis sebagai favorit yang unggul dalam kampanye dan sekutu kuat pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
“Hari ini rakyat kita telah membuktikan kepada dunia kerepublikan para pemimpin kita yang mendukung Islam,” kata Said Jalili.
Walikota Teheran Mohammad Bagher Qalibaf juga memberi penekanan penting.
“Yang terpenting adalah sebagian besar rakyat ikut dalam peristiwa penting ini, sehingga musuh-musuh Islam memahami bahwa rakyat kita, selalu memikirkan negaranya dan akan ikut serta,” kata Mohammad Bagher.
Untuk memenangkan pemilu, para calon harus memperoleh 50 % suara. Jika tidak tercapai para peraih suara terbanyak akan menghadapi pemilu kedua sekitar seminggu lagi.
Yang dipertaruhkan rakyat Iran adalah masa depan ekonomi, yang lumpuh akibat sanksi internasional terkait program nuklir Iran yang kontroversial.
Barbara Slavin dari Atlantic Council mengatakan ada konsekwensi pemilu bagi pihak Barat.
“Meskipun orang-orang dengan cepat menyimpulkan pemilu ini, ini juga memberikan kesempatan bagi perubahan jabatan baik secara kentara maupun tidak kentara. Merupakan akhir kepresidenan Ahmadinejad yang sangat-sangat merugikan Iran dan mungkin presiden berikutnya akan lebih mudah dihadapi oleh pihak barat,” demikian menurut Barbara Slavin.
Meski demikian pejabat tinggi Iran, pemimpin tertinggi menepis kecaman bahwa pemilu itu tidak lebih dari sebuah pertunjukan yang tidak demokratis.
“Baru-baru ini saya mendengar orang dari Dewan Keamanan Nasional Amerika mengatakan bahwa 'mereka tidak menganggap pemilu Iran sah', terserah, kami tidak peduli dengan kalian,” pungkas Ayatollah.
Rakyat Iran mengantri, memberikan suara mereka dan kini menanti apa yang terjadi selanjutnya.