Ketut Nanda Saputra, terlihat lemah dalam pelukan ibunya, Made Darmini, saat ditemui VOA di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Maholo di Kecamatan Lore Timur. Bocah berusia sembilan tahun itu baru saja mendapatkan obat Praziquantel dalam kegiatan pengobatan penyakit Schistosomisasis atau demam keong yang dilaksanakan pada Sabtu (11/2).
Schistosomisasis atau demam keong adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing parasit skistosoma yang hidup di air pada daerah subtropis dan tropis. Cacing ini dibawa oleh keong oncomelania hupensis lindoensis, yang menembus kulit ketika berada di area fokus keong. Gejala stadium awal ditandai dengan gatal-gatal karena serkaria menembus kulit. Pada stadium akut, yang dimulai sejak cacing betina bertelur, gejala yang timbul adalah demam, diare, berat badan menurun, dan disentri. Pembesaran hati dan limfa dapat terjadi lebih dini pada stadium akut tersebut.
Cacing ini hidup di air tawar, seperti danau, waduk atau sungai; dan bisa hidup serta berkembang di dalam tubuh manusia selama berminggu-minggu, atau bahkan bertahun-tahun.
Made Darmini mengatakan kegiatan pengobatan di Puskesmas Maholo pada hari itu memberikan harapan bagi kesembuhan putranya yang terkonfirmasi terinfeksi penyakit itu berdasarkan hasil pemeriksaan tinja pada November 2022 silam. Sebelum mengikuti pengobatan akhir pekan lalu, selama tiga bulan terakhir putranya hanya diberi vitamin, mengingat tidak tersedianya obat Praziquantel.
“Setiap malam sakit perutnya, belum datang pil (obat) langsung di kasih vitamin, habis dua botol sudah, baru dia mau makan,” cerita Made Darmini yang sudah lima tahun terakhir bermukim di desa Mekar Sari, Lore Timur.
“Ini sekarang kondisinya agak buncit dia punya perut, sakit-sakit –pada bagian perut- sering, panas badannya, sering mengantuk. Sering dia menangis kesakitan,” kata Made Darmini menjelaskan kondisi yang dirasakan anaknya itu.
Kekosongan Stok Obat Hambat Pengobatan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, dokter I Komang Adi Sudjendra mengatakan secara keseluruhan terdapat 257 orang yang mendapatkan pengobatan. Dari jumlah itu, 245 orang berada di Kabupaten Poso sedangkan 12 lainnya berada di Kabupaten Sigi. Mereka terkonfirmasi terinfeksi berdasarkan pemeriksaan tinja pada Juli 2022 silam. Pengobatan sempat terhambat karena kekosongan stok obat Praziquantel yang baru tersedia pada awal Februari 2023 sebanyak empat ribu tablet.
“Terus terang saja kemarin sempat kosong karena dari luar negeri, obat itu susah diperoleh, cara masuknya juga susah, nah baru datang, hari Jumat (3/2) lalu,” kata I Komang di temui VOA usai memantau pelaksanaan pengobatan terhadap 26 penderita schistosomiasis di Puskemas Maholo.
I Komang menjelaskan dosis obat yang diberikan kepada penderita schistosomiasis dihitung berdasarkan berat badan, yaitu untuk setiap 10 kilogram mendapatkan satu tablet. Dicontohkannya, bila seseorang memiliki berat badan 60 kilogram maka akan mendapat enam tablet dengan dua kali pemberian yaitu tiga tablet di minum di awal dan tiga tablet berikutnya di minum setelah empat hingga enam jam kemudian. Kegiatan meminum obat dilakukan di depan petugas kesehatan, memastikan pasien meminum obat sesuai dosis yang diberikan.
Dari pemantauan VOA, bagi orang dewasa tidak sulit untuk bisa meminum beberapa tablet obat sekaligus, namun tidak demikian bagi anak-anak yang kesulitan mengonsumsi obat yang terasa sangat pahit itu. Kondisi ini membuat para orang tua seperti Putu Novayanti berupaya keras membujuk putranya yang berusia sembilan tahun untuk meminum obat.
“Karena memang dia tidak bisa meminum obat secara langsung, jadi susah memang karena obat itu memang pahit, pahit sekali, jadi juga ada bau yang tidak sedap dari obat itu,” kata Putu Novayanti yang berharap cacing di dalam tubuh anaknya itu bisa musnah.
Putu berharap pemerintah dapat memastikan obat bisa selalu tersedia di pusat layanan kesehatan, agar tidak perlu menunggu lama untuk warga bisa segera berobat setelah terkonfirmasi terinfeksi sistosomiasis berdasarkan hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan secara berkala yaitu setiap enam bulan.
Indonesia Perlu Produksi Obat Praziquantel
Pengawas Pemberian Obat Schistosomiasis di Puskesmas Maholo, dokter Sharasyid Abdul Malik berpendapat pemerintah perlu berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan farmasi agar obat Praziquantel dapat diproduksi di dalam negeri. Obat yang saat ini dibagikan kepada penderita schistosomiasis dalam kegiatan pengobatan tersebut diproduksi di Jerman yang didonasikan kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk dibagikan ke daerah endemis schistosomiasis.
Your browser doesn’t support HTML5
“Itu sebenarnya menjadi problematika karena di Indonesia sendiri kan kita tidak punya perusahaan farmasi yang menyediakan obatnya, praziquantel ini tidak dibuat di Indonesia,” kata Sharasyid.
Kementerian Kesehatan RI dalam publikasi Senin (30/1) menyebutkan Schistosomiasis merupakan penyakit yang endemik di 28 desa di Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Kementerian Kesehatan, melalui Permenkes Nomor 19 Tahun 2018, menargetkan agar schistosomiasis dapat dieliminasi dari 28 desa tersebut pada tahun 2024.
Peta jalan eradikasi penyakit schistosomiasis 2019-2025 menjabarkan tahapan menuju eradikasi sesuai dengan rekomendasi WHO, yaitu; pengurangan tingkat kejadian infeksi pada manusia menjadi nol, pengurangan tingkat kejadian infeksi pada hewan menjadi nol, dan pengurangan jumlah keong yang terinfeksi menjadi nol.
[yl/em]