Para pengunjuk rasa pro-demokrasi memblokir jalan-jalan di ibu kota Sudan, Khartoum, dengan barikade darurat dan membakar ban pada Selasa (27/10), sehari setelah militer merebut kekuasaan dalam kudeta cepat yang dikecam secara luas oleh masyarakat internasional.
Seorang demonstran, Bu Obaida Mohmmad, mengatakan, “satu-satunya pencegah untuk masalah ini adalah pembangkangan sipil, pembangkangan sipil yang komprehensif. Militer ini tidak dapat diperbaiki tanpa pembangkangan sipil. Sampai saat ini protes berhasil jika diukur dari berbagai segi.”
Pasukan menembaki massa pada sehari sebelumnya, di mana empat pengunjuk rasa dilaporkan tewas menurut para dokter.
BACA JUGA: PBB: Kerusuhan Sudan Perumit Pengiriman BantuanPengambilalihan kekuasaan itu terjadi setelah meningkatnya ketegangan antara para pemimpin militer dan sipil selama berminggu-minggu dalam perjalanan dan transisi Sudan menuju era demokrasi.
Pihak militer mengancam akan meninggalkan proses transisi tersebut, yang telah berkembang dengan baik dan dimulai sejak penggulingan diktator yang telah lama berkuasa, Omar al-Bashir, dalam sebuah pemberontakan rakyat pada dua tahun lalu.
Dewan Keamanan PBB akan membahas situasi terkini di Sudan dalam pertemuan tertutup pada malam ini waktu New York.
Pemerintah negara-negara Barat dan PBB mengutuk kudeta itu dan menyerukan pembebasan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan para pejabat senior lainnya, yang ditangkap Senin (25/10). [lt/jm]