Razia itu dilakukan Satpol PP di kabupaten Pesisir Barat, Lampung, Jumat (2/11/2018) malam. Petugas menangkap tiga orang yang dituduh sebagai LGBT di lokasi wisata Labuhan Jukung. Petugas kemudian menyemprot mereka dengan mobil pemadam kebakaran (damkar) dalam rangka yang disebut “mandi wajib”.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat mengecam aksi Satpol PP itu karena tidak ada dasar hukumnya. Berikut, pengacara publik LBH Masyarakat Naila Rizki.
“Kalau ada satu pasal yang dilanggar, coba dilihat ketentuan pidananya. Ada nggak melakukan tindakan tidak manusiawi: menyiram seseorang di malam hari dengan semprotan pemadam kebakaran? Ada nggak sanksi seperti itu di Perda? Nggak ada,” tandasnya.
Dalam razia itu, petugas mengambil foto ketiga transgender yang kemudian tersebar di media sosial Lampung. Praktis, ketiganya menjadi bulan-bulanan.
“Pembinaan itu seperti apa sih? Apakah seperti itu? Kan tidak. Berarti satu, dia menyalahgunakan kekuasaannya. Yang kedua, dia sudah melanggar hukum. Yang ketiga, dia memang tujuannya adalah menyiksa seseorang, merendahkan martabat seseorang. Jadi tujuannya bukan lagi menegakkan perda tapi moral versi mereka,” tegas Naila lagi.
Kelompok pendamping LGBT di Lampung meminta petugas menghargai hak-hak semua orang sebagai warga negara.
“Pesan saya terhadap aparat pemeritnah baik itu kepolisian, Satpol PP, TNI dan sebagainya, harapannya pandanglah kami LGBT sebagai manusia. Terlepas orientasi (seks) kami berbeda, kami punya hak yang sama menjadi warga Indonesia,” harap salah satu pegiat komunitas ini secara anonim.
Your browser doesn’t support HTML5
Tindakan razia terhadap kelompok LGBT terus terjadi sejak 2018, meski belum ada dasar hukum positifnya. Pada awal Oktober, polisi merazia yang disebut sebagai “pesta gay” di Jakarta dan menampilkan wajah para lelaki itu di televisi. Sementara akhir Oktober, kontes kecantikan untuk edukasi HIV/AIDS di Bali batal setelah ada kelompok anti-LGBT yang menolak.
Pada 2017, LBH Masyarakat mencatat ada 973 orang yang jadi korban stigma, diskriminasi, dan kekerasan berbasis orientasi seksual. Sebanyak 715 orang adalah transgender.
Kepada para korban ini, terdapat 69 tindak diskriminasi berupa persekusi, upaya pemidanaan, pelanggaran mendapatkan pendidikan, pembubaran acara, serta pelanggaran HAM dan kekerasan lainnya.
Survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Januari menunjukkan 81.5 persen orang Indonesia percaya “perilaku” gay dan lesbian dilarang agama. Namun hanya 58.3 persen responden yang mengaku tahu apa itu LGBT. [rt]