Rempah-rempah Nusantara adalah komoditas penting, yang tidak sekadar melezatkan makanan, tetapi juga mempunyai banyak peran dalam tradisi, kesehatan hingga diplomasi.
Dari Pulau Naira di Kepulauan Banda, Maluku, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid Ph.D berkisah tentang rempah-rempah. Dia berbagi pengalaman menikmati kuliner Maluku, terutama menu berbahan ikan. Semua lezat, tidak hanya yang disajikan restoran, tetapi juga masakan rumahan
“Kita tahu dan mengenal Banda karena sejarah pala dan rempah yang luar biasa. Pala yang sudah mulai digunakan secara luas sejak abad ke-6 dan kemudian menjadi semakin populer pada abad ke-16, dengan kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara, dan punya pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan kuliner dunia,” kata Hilmar.
Pada Selasa (30/3), Hilmar memang diminta menjadi pembicara dalam diskusi dan peresmian Pusat Kajian Kuliner dan Gastronomi Indonesia (PKKGI). Lembaga ini didirikan oleh Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Karena itulah, tepat sekali ketika Hilmar memilih berbicara tentang rempah, apalagi saat dia berada di salah satu pusat komoditas dunia ini, yaitu Banda.
Indonesia, kata Hilmar, memiliki sejarah kuliner yang panjang. Naskah-naskah di daun lontar, Serat Centini, relief Candi Borobudur, hingga naskah kuno di Keraton Solo, membahas soal ini. Bumbu, cara mengolah bumbu, cara mencampur bumbu dengan bahan makanan di Indonesia begitu kaya dan beragam.
“Kuliner dan gastronomi adalah metode ampuh dan berguna untuk memahami bagaimana keanekaragaman hayati, bercampur dengan keanekaragaman budaya, menghasilkan makanan dan tradisi kuliner yang luar biasa di negeri ini,” ujar Hilmar.
BACA JUGA: Fenomena Empon-empon dan Virus Corona, Jamu Semakin Naik Daun, Temulawak Jadi Rebutan di ASSelama ini, kekayaan menjadi pengetahuan yang diwariskan dengan memberi contoh dari generasi ke generasi. Karena itulah Indonesia membutuhkan lembaga yang mengkaji tradisi itu dan melestarikannya. Hilmar menyambut baik kelahiran PKKGI yang diharapkan akan turut menyelamatkan kekayaan makanan Indonesia.
“Kita perlu satu sistem yang sustainable (berkelanjutan -red), yang berakar pada kekayaan budaya kita, yang melibatkan masyarakat dalam prosesnya, sehingga betul-betul bisa berkelanjutan di masa mendatang,” tambahnya.
Peran Strategis Kuliner
Senada dengan Hilmar, Ketua PKKGI Dr Supriyadi juga menilai gastronomi Indonesia dahulu hingga saat ini sangat dipengaruhi oleh peran rempah-rempah. Rempah-rempah bahkan turut menggerakkan ekonomi dunia, terutama ketika orang Portugal, Spanyol dan Belanda datang ke Indonesia.
Di Nusantara sendiri, rempah berperan dalam kegiatan keagamaan, kesehatan, aroma terapi, interaksi kebudayaan, pemberi cita rasa makanan, pemicu ekspedisi besar dunia, membangun kekuasaan dan kolonialisme, serta menjadi komoditas.
Pada sisi lain, masyarakat Indonesia pun menerima pengaruh luar dari proses ini. Berbagai menu makanan baru, hingga penggunaan sendok, garpu atau sumpit adalah buktinya.
Kuliner dan gastronomi, kata Supriyadi, juga memiliki peran besar dalam diplomasi, mulai tingkat paling kecil hingga antarnegara. Masyarakat biasa membicarakan aneka masalah mereka di angkringan, kedai kopi, hingga bistro terkenal. Sementara pemerintah pun mengenal jamuan kenegaraan sebagai bagian dari diplomasi internasional.
“Soft power kuliner ini kita manfaatkan di pertemuan dengan menikmati hidangan. Kita bisa membicarakan segala sesuatu yang semula keras menjadi lunak. Melalui makan bersama itu, kita bisa menyelesaikan persoalan yang besar menjadi mudah,” kata Supriyadi.
Di masyarakat tradisional, proses semacam itu bahkan melembaga. Suku-suku di Papua misalnya, kata Supriyadi, memiliki tradisi bakar babi. Ini adalah acara makan bersama yang diselenggarakan ketika ada satu persoalan yang harus diselesaikan.
Your browser doesn’t support HTML5
PKKGI tidak lahir begitu saja. Sejak tahun 1996, sejumlah dosen di FTP UGM telah melakukan serangkaian kegiatan terkait kuliner Nusantara ini. Beragam penelitian, seminar dan penerbitan buku juga dilakukan, hingga tahun ini pusat kajian tersebut secara resmi berdiri.
Isu Keamanan Pangan
Salah satu industri yang sudah mengolah rempah Indonesia dalam standar ekspor adalah PT Sumber Inti Pangan. Berbicara dalam diskusi ini, CEO perusahaan tersebut, Ir Gunawan Wibisono, membenarkan bahwa gastronomi dan kuliner Indonesia bisa menjadi sarana diplomasi yang efektif. PT SIP mewakii Indonesia dalam diplomasi kuliner dan gastronomi, melalui produk rempah dan bumbu masakan Nusantara yang telah diekspor ke sejumlah negara.
Negara-negara lain pun, kata Gunawan, melakukan upaya yang sama.
“Ada kecenderungan bahwa sebagian besar warga dunia punya keinginan untuk mencoba aneka kuliner dari berbagai belahan negara lain. Yang cukup maju dan masif melakukan ekspansi ke luar negeri untuk memperkenalkan kulinernya adalah Korea,” ujar Gunawan.
Indonesia sendiri, kata Gunawan, memiliki lebih dari 200 jenis sayuran, lebih dari 400 jenis buah-buahan, dan lebih dari 1.600 jenis rempah-rempah. Perkembangan teknologi, ujarnya, mempermudah masuknya industri bumbu khas Indonesia ke pasar global. Namun, ada sejumlah panduan yang harus diterapkan jika ingin membawa rempah ke dunia, salah satunya adalah keamanan.
“Isu yang utama adalah keamanan. Bagaimana perusahaan punya sistem yang tersertifikasi menjadikan produk yang diolah itu aman untuk konsumsi manusia,” tambahnya.
Karena itulah, produsen bumbu Indonesia harus memiliki sertifikasi yang bisa diterima internasional. Perusahaan harus memastikan, proses produksi sejak hulu hingga produk ada di tangan konsumen, semua aman untuk konsumsi manusia. Selain itu, halal juga menjadi isu di penting saat ini yang harus dipenuhi.
Isu keamanan pangan, rinci Gunawan, terkait cemaran mikrobiologi, kimia logam berat hingga residu pestisida. Soal pestisida ini masih menjadi momok bagi rempah-rempah Indonesia karena proses pertanian yang kurang tepat sehingga kemungkinan adanya residu cukup tinggi.
PT SIP sendiri telah mengekspor rempah dan bumbu khas Indonesia ke Jepang, Malaysia, sejumlah negara Afrika, Turki dan beberapa negara lain. [ns/ab]