Korea Selatan mengambil langkah ke arah peningkatan hubungan dengan rival historisnya, Jepang, dengan mengumumkan rencana pada hari Senin untuk menggalang dana sipil lokal. Dana tersebut akan digunakan untuk memberi kompensasi kepada warga Korea yang memenangkan tuntutan ganti rugi dalam gugatan hukum terhadap perusahaan-perusahaan Jepang yang memperbudak mereka selama 35 tahun kekuasaan kolonial Tokyo di Semenanjung Korea.
Rencana itu mencerminkan tekad presiden Korea Selatan yang berhaluan konservatif, Yoon Suk Yeol, untuk memperbaiki hubungan dengan Jepang dan memperkuat kerja sama keamanan antara Seoul, Tokyo dan Washington untuk mengatasi ancaman nuklir Korea Utara dengan lebih baik.
Presiden Joe Biden memuji rencana itu sebagai penanda babak baru kerja sama dan kemitraan antara dua negara sekutu dekat AS tersebut. Biden mengatakan ia mengharapkan ditingkatkannya hubungan trilateral. Yoon dan PM Jepang Fumio Kishida “mengambil langkah penting untuk membentuk masa depan bagi rakyat Korea dan Jepang yang lebih aman, lebih terjamin dan lebih sejahtera,” kata Biden dalam sebuah pernyataan.
BACA JUGA: Presiden Korsel Harapkan Hubungan yang Lebih Baik dengan JepangNamun rencana tersebut langsung mengundang reaksi dari para mantan pekerja paksa dan pendukung mereka, yang telah menuntut kompensasi langsung dari perusahaan-perusahaan Jepang dan permintaan maaf baru dari pemerintah Jepang.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin mengatakan dalam konferensi pers yang ditayangkan televisi bahwa para korban akan diberi ganti rugi melalui yayasan lokal yang akan didanai oleh donasi sipil. Ia mengatakan Korea Selatan dan Jepang berada pada “jendela kesempatan baru” untuk mengatasi konflik masa lalu mereka dan membangun hubungan yang berorientasi pada masa depan.
“Saya pikir ini adalah kesempatan terakhir,” kata Park. “Jika kita bandingkan ini dengan segelas air, saya pikir gelas ini lebih dari separuhnya penuh dengan air. Kami harapkan gelas ini akan terisi lebih jauh ke depannya berdasarkan respons tulus Jepang.”
BACA JUGA: Pengadilan Korsel Putuskan Patung Buddha Korea Dikembalikan ke JepangPark tidak merinci tentang bagaimana cara yayasan itu akan didanai. Tetapi pada Januari lalu, Shim Kyu-sun, ketua Yayasan bagi Korban Mobilisasi Paksa oleh Kekaisaran Jepang, yang akan menangani ganti rugi, mengatakan, dana itu akan berasal dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang mendapat manfaat dari Perjanjian Seoul-Tokyo tahun 1965 yang menormalisasi hubungan kedua negara.
Perjanjian 1965 itu disertai dengan jutaan dolar bantuan ekonomi dan pinjaman dari Tokyo untuk Seoul yang digunakan dalam berbagai proyek pembangunan yang dilakukan oleh berbagai perusahaan besar Korea Selatan, termasuk di antaranya POSCO yang kini menjadi perusahaan baja raksasa global.
Hubungan antara sekutu-sekutu AS di Asia itu telah lama dirumitkan oleh keluhan terkait pemerintahan brutal Jepang di Semenanjung Korea dari tahun 1910 hingga 1945. Ketika itu, ratusan ribu warga Korea dikerahkan sebagai tenaga kerja paksa bagi perusahaan-perusahaan Jepang atau budak seks di bordil yang dikelola militer Tokyo semasa Perang Dunia II. [uh/ab]