Sehari setelah dilantik, Presiden AS Joe Biden berjanji untuk membuka kembali mayoritas sekolah, khususnya untuk TK hingga kelas 8, dalam 100 hari pertama masa jabatannya, atau selambatnya April mendatang. Bagaimana kesiapan orang tua, guru, dan staf sekolah lainnya menghadapi hal ini sementara pandemi virus corona masih berlangsung? Apakah semua sudah sependapat mengenai pembukaan kembali sekolah seperti yang direncanakan tersebut?
BACA JUGA: Jill Biden dan Menteri Pendidikan Baru Kunjungi SekolahSewaktu presiden Joe Biden menetapkan target untuk membuka sebagian besar sekolah pada 100 hari pertama masa jabatannya, masih banyak pertanyaan muncul. Di antaranya adalah bagaimana tujuan itu akan dicapai dan definisi mengenai pembukaan sekolah, apakah cukup sehari atau lima hari penuh dalam sepekan. Pasalnya, secara nasional saja, distrik sekolah beroperasi di bawah pengaturan yang berbeda-beda.
Di Cobb County (kabupaten), Georgia, tempat Carina Subagio bermukim, misalnya, sekolah-sekolah mulai buka sejak Oktober lalu. Orang tua bisa memilih kelas untuk anak mereka, apakah tatap muka atau online. Untuk kedua anaknya, Isabella dan Nevin, yang masing-masing duduk di kelas 8 dan kelas 5, Carina memilih kelas tatap muka. Ia merasa lega mengambil pilihan ini, karena sekitar separuh murid di kelas anaknya memilih untuk belajar dari rumah, membuat social distancing lebih mudah diterapkan.
Nur Yohana Juanda Kirk bekerja sebagai pengemudi bus sekolah dan pegawai kafetaria sekolah di Loudoun County, Virginia. Di kabupaten itu, murid yang memilih kelas hibrida, kombinasi kelas online dan tatap muka, telah kembali ke sekolah sejak 16 Februari lalu. Menurut pengamatan Nur, “Perkiraan angkanya sekitar 30 persen kembali hybrid, yang sisanya masih di rumah. Di bis saya, untuk murid elementary school, cuma sepertiga yang sekolah.”
Sementara itu di negara bagian Maryland, kebijakan di tiap kabupatennya belum tentu sama. Di Montgomery, misalnya, sekolah-sekolah dijadwalkan dibuka secara bertahap mulai 15 Maret. Sedangkan di Howard, murid-murid dapat secara bertahap kembali ke sekolah mulai 1 Maret.
Paramita Hidayat, asisten guru anak berkebutuhan khusus di Watkins Mills High School di Montgomery County. Ia mengemukakan, berdasarkan jadwal di sekolahnya, yang memiliki sekitar 1.800 murid. “26 April itu penuh, maksimal 535 murid, sudah, yang lainnya tidak boleh masuk, yang lainnya online.”
Kesediaan orang tua untuk melepas anaknya kembali ke sekolah umumnya sangat didasarkan pada beberapa alasan.
Bagi Carina, dengan adanya interaksi langsung murid dan guru, anak-anak lebih mudah memahami pelajaran. Selain itu, “Mereka enggak bosan. Kalau online kan monoton, enggak ada interaksi dengan teman-temannya. Kalau di sekolah, kayaknya mereka kan girang bertemu teman-temannya.”
Heidy Patterson, yang putranya, Christopher, duduk di kelas 7 di Mayfield Woods Middle School di Howard County, juga menginginkan anaknya segera kembali belajar di sekolah. Namun alasannya sedikit berbeda. Menurut Heidy, anak-anak yang sebaya dengan putranya, “Mereka perlu sekali berinteraksi dengan teman-temannya. Karena mereka belum bisa independen, dan kita, orang tua, juga kan bekerja. Jadi kita tidak bisa memonitor mereka. Meskipun kita bekerja dari rumah, kita kan harus berkonsentrasi pada pekerjaan.”
Kebebasan orang tua menentukan kelas terbaik untuk anak membuat Francis Sitorus di Sacramento, California, memilih proses belajar virtual sepenuhnya untuk Lexi, putri semata wayangnya. Meski sudah mendengar rencana pembukaan kembali sekolah, ia belum tahu persis kapan sekolah anaknya akan mulai dibuka kembali. Para guru memang sudah divaksinasi. Tetapi, katanya, ia bisa lebih tenang melepas anaknya berinteraksi di sekolah apabila sudah tercapai tingkat kekebalan kelompok di daerahnya.
Mengenai vaksinasi sendiri, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dalam pedoman baru yang diumumkan 12 Februari lalu hanya menganjurkan agar guru diprioritaskan untuk divaksinasi sebelum sekolah dibuka kembali.
BACA JUGA: Biden Perintahkan Seluruh Negara Bagian untuk Vaksinasi GuruNamun bahkan setelah guru dan staf sekolah sudah divaksinasipun, tampaknya masih banyak orang tua yang enggan mengizinkan anaknya kembali ke sekolah, jelas Paramita yang telah divaksinasi dengan dosis komplet. Dari sekitar 250 anak berkebutuhan khusus di Watkins Mills, sejauh ini baru delapan yang didaftarkan orang tua mereka untuk kembali di sekolah.
Kesiapan sekolah menjadi tempat yang aman dari COVID-19 bagi para guru, staf dan murid-muridnya, yakni menegakkan protokol kesehatan, memang menjadi pertimbangan utama orang tua mengirim anak ke sekolah.
Nur memberikan contoh apa yang telah dilakukan di sekolahnya. Selain menyiapkan persediaan masker, setiap murid yang menaiki busnya wajib mengenakan masker. Turun dari bus, mereka harus antre lagi untuk diukur suhu tubuh dengan menjaga jarak. Di kafetaria, anak-anak tidak lagi memilih menu makan siang. Makanan telah dikemas dalam kantong, yang bisa mereka santap di meja dalam jarak yang telah ditentukan.
Sementara perbedaan pendapat mengenai kesiapan membuka kembali sekolah terus berlangsung, Presiden Biden pertengahan bulan lalu mengingatkan, biaya membuat anak-anak, keluarga dan pendidik tersebut aman tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kerugian akibat tidak mengambil tindakan apapun. [uh/ab]