Ribuan Aktivis Langsungkan 'Women’s March' ke-4 di Washington DC

Pawai Women's March di depan Freedom Plaza, Washington D.C., 18 Januari 2020. (Foto: AP)

Ribuan aktivis dari semua lapisan masyarakat hari Sabtu (18/1) berkumpul di ibu kota Washington DC untuk melangsungkan Women’s March keempat. Pawai kali ini menyerukan perhatian yang lebih besar pada hak-hak perempuan dan isu-isu sosial lainnya.

Pawai yang pertama kali dilangsungkan pasca terpilihnya Donald Trump dalam pemilihan presiden yang lalu, telah bergulir menjadi pawai untuk menyampaikan perubahan sosial yang lebih besar.

Melawan rasa dingin dan ancaman salju akhir pekan lalu, ribuan perempuan berkumpul dan angkat suara menyampaikan isu-isu penting, di sebuah lokasi tak jauh dari Gedung Putih.

Bri dari New York mengatakan, “Seseorang harus melakukan hal ini. Kita tidak bisa hanya mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan masalah kita. Jika kita tidak melakukan tindakan dan membuat perubahan, maka hal itu tidak akan terjadi.”

Kesetaraan gender dan hak reproduksi perempuan masih menjadi fokus perhatian banyak peserta pawai ini.

“Banyak isu terkait aborsi, hak perempuan untuk menentukan dan mengambil keputusan. Laki-laki tampaknya masih membuat keputusan atas nasib dari tubuh perempuan dan tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi perempuan,” imbuhnya.

Hal senada disampaikan Samantha dari Baltimore.

“Saya di sini karena saya perempuan, yang memiliki rahim, dan hak saya apa yang terjadi atas tubuh saya terancam. Saya ingin memiliki kemampuan untuk menentukan hak reproduksi saya sendiri,” paparnya.

Para peserta pawai juga menggunakan pawai itu untuk menyampaikan isu-isu lain, seperti kebijakan imigrasi dan perubahan iklim.

Christine dari Middletown Delaware mengatakan tidak mungkin mencapai kesetaraan perempuan tanpa akses untuk memiliki kesempatan ekonomi yang adil bagi setiap orang.

“Kita tidak dapat mempengaruhi perubahan dengan hanya memiliki banyak milyuner perempuan atau lebih banyak transgender yang berprofesi sebagai pilot pesawat nirawak. Itu bukan keanekaragaman. Keanekaragaman adalah di dalam pemikiran ekonomi dan pemberdayaan orang-orang.”

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, sejumlah laki-laki juga ikut serta dalam pawai ini untuk menunjukkan dukungan atas gerakan tersebut.

Di antaranya adalah David dari Michigan.

“Saya berada di sini demi anak perempuan saya, demi saya sendiri dan bangsa ini. Tidak ada orang yang memiliki hak, selama tidak semua orang memiliki hak,” tukasnya.

Didorong oleh inisiatif-inisiatif sosial seperti gerakan #MeToo yang difokuskan pada upaya menghentikan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan, Women’s March mendorong seruan perempuan bagi kesetaraan dan keadilan, meskipun banyak peserta yang merasa belum melihat perubahan yang berarti.

“Saya tidak tahu apakah sudah ada perubahan berarti. Sejujurnya saya tidak tahu, tetapi saya akan tetap memperjuangkannya hingga berhasil," tambah David.

Keyakinan seperti ini yang membuat ribuan orang turun ke jalan-jalan di sejumlah kota di seluruh Amerika dan dunia akhir pekan lalu. (em/jm)