Ribuan Anggota Masyarakat Batak Tolak Pemusnahan Babi di Sumut

Ribuan masyarakat Batak melakukan demonstrasi di depan DPRD Sumut menolak pemusnahan babi, Senin 10 Februari 2020. (Courtesy: Anugrah Andriansyah)

Ribuan anggota masyarakat Batak, mulai dari yang terdiri dari peternak hingga pengusaha kuliner babi, turun ke jalan-jalan untuk berdemonstrasi di depan gedung DPRD Sumatera Utara (Sumut), Senin (10/2). Mereka menyampaikan beberapa aspirasi terkait rencana pemusnahan babi di seluruh wilayah Sumut.

Aksi massa bertajuk #SaveBabi yang dilakukan ribuan anggota masyarakat Batak dari berbagai daerah di Sumut tersebut merupakan buntut dari wacana pemusnahan babi menyusul upaya pemerintah untuk mencegah penyebaran virus kolera babi dan African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika.

Ketua komunitas #SaveBabi, Boasa Simanjuntak menjelaskan,penolakan itu muncul karena pemusnahan babi di Sumut akan merugikan banyak pihak terutama masyarakat Batak. Menurut Boasa, babi mempunyai kedudukan istimewa yang wajib bagi suku Batak beragama Kristen baik dari sisi budaya, maupun sisi ekonomi. Hewan tersebut kerap dijadikan sebagai salah satu andalan masyarakat Batak untuk meningkatkan taraf hidup.

"Kami menolak tegas pemusnahan babi di Sumut karena ini adalah rangkaian adat yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Batak di luar Batak Muslim," katanya di depan DPRD Sumut.

BACA JUGA: Indonesia Harus Perbaiki Respons Hadapi Demam Babi Afrika

Bukan hanya menolak pemusnahan babi di wilayah Sumut. Mereka menolak program isolasi babi, dan pembibitan babi di Pulau Nias, Sumut. Massa juga meminta pemerintah memberi ganti rugi kepada para peternak yang babi-babi mereka mati terserang virus. Menurut mereka para peternak sangat kewalahan menjual babi-babi sehat lantaran tak laku di pasaran menyusul virus babi Afrika yang mewabah di Sumut.

"Aspirasi sudah kami sampaikan. Kami mendesak pemerintah untuk segera melakukan penuntasan masalah virus babi ini. Mendesak pemerintah pusat untuk melakukan pendataan, dan menganti kerugian atas status bencana terhadap banyaknya babi-babi yang mati," ujar Boasa.

Your browser doesn’t support HTML5

Ribuan Anggota Masyarakat Batak Tolak Pemusnahan Babi di Sumut

Sementara anggota DPRD Sumut, Viktor Silaen yang menemui para demonstran mengatakan, pemerintah bakal mengatasi wabah yang menyebabkan kerugian bagi para peternak dan pengusaha kuliner babi tersebut.

"Namanya bencana ya harus ditanggulangi oleh pemerintah. Masalah bagaimana cara menanggulanginya itu nanti kita kerjakan bersama-sama. Untuk penanggulangan ini bukan hanya pemerintah tapi bekerja sama dengan rakyat karena objek di bawah adalah masyarakat. Jadi rakyat itu harus pro aktif melaporkan situasi dan kejadian di lokasi itu sendiri," ujar Viktor.

Ribuan masyarakat Batak melakukan demonstrasi di depan DPRD Sumut menolak pemusnahan babi. Senin 10 Februari 2020. (Courtesy: Anugrah Andriansyah)

Di tempat terpisah, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi membantah pihaknya akan memusnahkan seluruh babi yang ada di Sumut. Kata mantan ketua umum PSSI ini, pemerintah tidak akan melakukan pemusnahan babi di seluruh wilayah Sumut untuk mencegah penyebaran wabah virus demam babi Afrika dan kolera babi. Namun, pemusnahan hanya dilakukan terhadap babi-babi yang telah terjangkit virus tersebut.

"Yang mau memusnahkan siapa. Sama-sama kita cari jalan keluar terbaik. Sampai saat ini belum ada vaksin. Satu-satunya jalan mencegah dengan membersihkan tempat-tempat itu. Babi-babi yang terinfeksi wabah kolera babi ini kita musnahkan karena belum ada obatnya," jelasnya.

Edy juga menanggapi tuntutan dari para peternak babi yang meminta pemerintah provinsi (Pemprov) mengganti rugi ternak yang mati karena diserang wabah tersebut.

"Babi di Sumut jumlahnya hampir dua juta babi. Kalau itu terus mati, katakanlah satu ekor babi itu Rp2 juta, dikali dua juta ekor sudah Rp4 triliun, siapa yang mau mengganti. Bukan itu persoalannya," ujarnya.

BACA JUGA: Demam Babi Afrika Mewabah di Sumut, 30.000 Babi Mati

Dalam upaya mencegah penyebaran virus demam babi Afrika dan kolera babi, saat ini Pemprov Sumut mengeluarkan kebijakan tak mengizinkan lalu lintas hewan ternak tersebut ke dalam atau luar wilayah Sumut.

"Kalau itu diizinkan keluar, babi di luar daerah akan kena (tertular). Bisa semua nanti kena. Itu langkah yang kami ambil, dan sudah dilaksanakan," tandas Edy.

Wabah demam babi Afrika dan kolera babi telah masuk ke Sumut sejak pertengahan September 2019. Sejak itu lebih dari 30.000 babi mati di Sumut. Pemerintah juga telah mendeklarasikan bahwa demam babi Afrika sudah masuk ke Indonesia. Wilayah pertama yang diserang wabah tersebut adalah Sumut. [aa/ab]