Ribuan buruh berunjuk rasa di Jakarta pada Sabtu (14/1). Mereka mendesak DPR untuk menolak Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Cipta Kerja yang menurut para kritikus akan mengikis hak-hak karyawan dan perlindungan lingkungan.
Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan darurat itu bulan lalu, untuk menggantikan Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan yang kontroversial. Sejumlah pakar hukum mengatakan langkah presiden itu melanggar putusan pengadilan.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa UU Cipta Kerja 2020 cacat hukum, karena kurangnya konsultasi publik sebelum disahkan. MK memerintahkan para anggota DPR untuk menyelesaikan proses pembaruan paling lambat November.
Seorang pengunjuk rasa, Damar Panca Mulia, 38 tahun, menyebut keputusan itu sebagai taktik pemerintah untuk memastikan pelaksanaan UU Ketenagakerjaan itu.
"Perppu itu menurunkan kesejahteraan kaum buruh, mengurangi perlindungan kaum buruh, dan kemudian juga berdampak luas itu, daya rusaknya cukup luas bagi sektor-sektor rakyat yang lainnya, seperti di sektor agraria, pertambangan, perempuan, lingkungan dan seterusnya," katanya.
"Penciptaan lapangan kerja harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan pekerja, tetapi keputusan ini justru bertentangan dengan. Itu mengapa kami menentangnya."
Para demonstran memegang spanduk yang bertuliskan "Tolak alih daya", sementara yang lain mengusung poster bertuliskan, "Tolak Perppu Cipta Kerja, ada unsur kepentingan karena tidak dalam keadaan darurat".
Joko Heriono, 59 tahun, mengatakan bahwa peraturan tersebut menyebabkan ketidakpastian bagi para buruh karena mereka dapat dengan mudah dipecat dan akan mendapatkan pesangon yang lebih rendah.
Ketua Partai Buruh Said Iqbal mengatakan peraturan alih daya dan upah minimum dalam Perpu tersebut merupakan isu yang dikhawatirkan.
"Kami tidak mau negara hanya menjadi agen bagi pengusaha-pengusaha hitam untuk melemahkan daripada daya kesejahteraan buruh," kata Said kepada wartawan.
UU Cipta Kerja, yang merevisi lebih dari 70 undang-undang lainnya, telah disambut baik oleh investor asing karena memangkas birokrasi.
Wakil Ketua DPR mengatakan pihaknya akan meninjau kedudukan hukum dari peraturan tersebut dalam sesi persidangan saat ini. Pekan lalu, sekelompok masyarakat Indonesia meminta Mahkamah Konstitusi untuk melakukan Pengujian Materiil (judicial review) terhadap peraturan tersebut. [vm/ft]