Ribuan pendukung seorang ulama Syiah radikal yang berpengaruh hari Jumat (24/1) berkumpul di tengah kota Baghdad untuk berunjuk rasa menuntut agar pasukan Amerika meninggalkan negara itu. Ini berlangsung di tengah-tengah meningkatnya sentimen anti-Amerika setelah serangan drone Amerika awal bulan ini menewaskan seorang jenderal senior Iran di ibukota Irak.
Sejak menjelang sholat Jumat (24/1), dari pengeras suara terdengar seruan “Tidak, tidak Amerika!” di alun-alun di tengah ibukota Irak. Seorang anak mengangkat poster bertulisan “Matilah Amerika. Matilah Israel.”
Jalan-jalan dan jembatan yang menuju Zona Hijau yang dijaga ketat diblokir oleh penghalang-penghalang beton. Zona Hijau adalah pusat pemerintahan Irak dan lokasi beberapa kedutaan besar asing, termasuk Kedutaan Besar Amerika. Pasukan keamanan Irak berjaga-jaga, menutup akses ke gerbang-gerbang menuju zona tersebut.
Aparat keamanan dikerahkan dalam jumlah besar sementara demonstran, dari ibukota maupun provinsi-provinsi di bagian selatan, berjalan kaki menuju tempat berkumpul di kawasan Jadriya di Baghdad, sambil melambai-lambaikan bendera Irak dan mengenakan kain kafan simbolis.
Ulama Syiah Moqtada al-Sadr, yang partainya merebut kursi terbanyak dalam pemilihan legislatif Mei 2018, telah menyerukan “demonstrasi sejuta orang” untuk menuntut penarikan pasukan Amerika. Ia menyerukan penarikan ini setelah serangan drone AS di dekat bandara Baghdad menewaskan jenderal senior Iran Qassem Soleimani dan komandan senior milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, yang memicu kemarahan para pejabat Irak dari seluruh spektrum politik.
Dalam pernyataan hari Jumat, al-Sadr, yang pengikutnya berjuang melawan pasukan AS setelah invasi pimpinan AS tahun 2003 untuk menggulingkan diktator Saddam Hussein, mengeluarkan daftar persyaratan bagi kehadiran militer Amerika di Irak. Daftar itu mencakup pembatalan perjanjian keamanan yang sekarang ini, menutup pangkalan-pangkalan militer AS, mengakhiri kegiatan perusahaan keamanan Amerika dan menutup akses ke wilayah angkasa Irak.
Jika persyaratan itu dipenuhi, “perlawanan akan dihentikan sementara hingga tentara terakhir meninggalkan Irak,” sebut al-Sadr dalam pernyataan itu, mengacu pada pasukan Amerika.
Demonstrasi hari Jumat ini didukung oleh partai-partai utama Syiah, termasuk partai pimpinan lawan politik al-Sadr Hadi al-Ameri, yang memimpin blok Fatah di parlemen, serta Unit-Unit Mobilisasi Rakyat, sebuah kelompok payung yang terdiri dari berbagai kelompok misi, termasuk yang didukung Iran.
Sebagai tanggapan atas kemarahan masyarakat karena serangan udara AS yang menewaskan Soleimani dan al-Muhandis, parlemen Irak meloloskan resolusi tidak mengikat bulan ini, meminta pemerintah untuk mengusir pasukan asing dari negara itu. Legislator Kurdi dan sebagian besar Sunni memboikot pemungutan suara itu. [uh/lt]