Ribuan orang menggelar aksi unjuk rasa, Kamis (10//11), menuntut keadilan dan penyelidikan menyeluruh terhadap orang-orang yang bertanggungjawab atas tragedi di stadion sepak bola Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang bulan lalu.
Para pendukung Arema FC memulai aksi unjuk rasa mereka dengan doa bersama di Kota Malang, Jawa Timur, dalam rangka memperingati 40 hari tragedi itu. Para pengunjuk rasa dari luar Malang ikut bergabung dalam aksi tersebut. Pihak penyelenggara menggambarkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM.
“Tangkap dan hakimi semua pelaku di balik tragedi Kanjuruhan 1 Oktober,” kata para pendukung Arema yang dikenal dengan “Aremania'' dalam pernyataan tertulis mereka. “Jadikan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat dan bukan hanya pelanggaran HAM ringan.”
Pernyataan itu juga menuntut pihak yang bertanggungjawab “membayar semua kerugian yang diderita oleh korban dan keluarga korban melalui mekanisme ganti rugi dan restitusi.” Para pengunjuk rasa mengunjungi beberapa lokasi penting di Malang, termasuk stadion sepak bola Gajayana, alun-alun kota Malang dan Balai Kota Malang.
Wali Kota Malang Sutiaji menemui para pengunjuk rasa dan mengucapkan terima kasih atas aksi damai tersebut. Para pejabat pemerintah di Malang mengenakan pakaian hitam selama dua hari untuk memperingati 40 hari bencana olahraga paling banyak menelan korban jiwa di dunia itu.
Sebuah tim investigasi, yang dibentuk Presiden Joko Widodo sebagai tanggapan atas protes nasional atas kematian tersebut, bulan lalu menyimpulkan bahwa gas air mata adalah penyebab utamanya.
Laporan investigasi itu menyebutkan, polisi yang bertugas tidak mengetahui bahwa penggunaan gas air mata dilarang di stadion sepak bola dan telah menggunakannya “tanpa pandang bulu'' di lapangan, di tribun dan di luar stadion, menyebabkan lebih dari 42.000 penonton di dalam stadion berkapasitas 36.000 kursi bergegas ke luar stadion dengan berdesak-desakan.
Tim pencari fakta, yang terdiri dari pejabat pemerintah, pakar sepak bola dan keamanan serta aktivis, juga menyimpulkan bahwa asosiasi sepak bola nasional, yang dikenal sebagai PSSI, telah lalai dan mengabaikan peraturan keselamatan dan keamanan, dan mendesak ketua dan komite eksekutifnya untuk mundur. [ab/ka]