Ribuan orang, banyak di antara mereka menutup wajah untuk menyembunyikan identitas mereka, berpawai melalui ibu kota Haiti pada hari Senin. Mereka menuntut perlindungan dari geng-geng kasar yang menjarah lingkungan di ibu kota, Port-au-Prince dan sekitarnya.
Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstrasi itu sewaktu kelompok itu bergerak menuju kediaman resmi perdana menteri. Para pengunjuk rasa menanggapi dengan membakar ban-ban dan sebuah kendaraan milik pemerintah.
Jean Junior, seorang demonstran, mengatakan, “Orang-orang turun ke jalan-jalan untuk menuntut keamanan, kami meminta (PM) Ariel Henry untuk mengamankan negara karena orang-orang tidak dapat tinggal di rumah mereka, orang tidak dapat hidup di negara ini karena pemimpin geng ingin menguasai (kawasan permukiman) Carrefour-Feuilles,” jelas Jean Junior.
Demonstrasi seperti yang terjadi hari Senin itu telah meletus sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada tahun 2021. Para pakar mengatakan geng-geng penjahat telah menguasai hingga 80 persen wilayah Port-au-Prince, membunuh, memerkosa, dan menebar teror di tengah komunitas yang telah menderita karena kemiskinan endemik.
Pada akhir Juli, Kenya menawarkan untuk memimpin pasukan polisi multinasional, tetapi Dewan Keamanan PBB belum melakukan pemungutan suara mengenai resolusi untuk mengesahkan misi multinasional non-PBB. [uh/ab]