Sekitar 25.000 orang terkepung di sejumlah desa tempat tinggal mereka di Amazon, Kolombia, dan berisiko kehabisan bahan makanan, karena ketegangan yang meningkat antara dua kelompok gerilyawan, kata gubernur setempat pada Kamis (1/2).
“Konfrontasi akan segera terjadi” antara dua kelompok pembangkang, yang memisahkan diri dari Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) setelah mereka menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah pada 2016, kata gubernur wilayah selatan Caqueta, Luis Francisco Ruiz kepada Radio Blu.
Dia mengatakan, kedua kelompok tersebut, Central General Staff (EMC) dan Segunda Marquetalia, telah memberlakukan “pembatasan pergerakan” di dua sungai utama, yang berdampak pada dua komunitas penduduk asli yang tinggal di dekat perbatasan tiga negara, ya itu Kolombia, Ekuador dan Peru.
“Tak seorang pun bisa melakukan perjalanan melalui sungai, karena korban tak bersalah bisa tewas. Tak seorang pun boleh bergerak,” sebuah pesan audio disiarkan di media lokal, yang dikaitkan dengan seorang pemimpin gerilya. AFP tidak dapat memverifikasi keasliannya.
BACA JUGA: Kebakaran Hutan Melanda, Kolombia Tetapkan Status Darurat BencanaSeorang tokoh masyarakat setempat, yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya, mengatakan ada “pamflet” yang disebarkan kelompok bersenjata di jalan-jalan, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. “Sangat berbahaya untuk pergi keluar,” katanya.
“Kita berbicara tentang sekitar 25.000 orang” di wilayah yang “satu-satunya akses saat ini adalah melalui air,” kata Gubernur Ruiz.
Dalam 10 hari terakhir, hanya dua tongkang pengangkut barang yang bisa masuk ke kawasan tersebut. Selain itu tidak ada transportasi komersial yang berfungsi.
Hugo Fiz Palacios, seorang pejabat Komite Internasional Palang Merah di wilayah tersebut mengatakan, bahwa organisasi itu “menyampaikan keprihatinan mereka terkait situasi ini kepada pihak-pihak bersenjata.”
Pada Senin (29/1), masyarakat adat meminta pemerintahan Presiden Gustavo Petro untuk menemukan “solusi segera terhadap tindakan pengepungan, ancaman, dan dampaknya terhadap pergerakan bebas bagi masyarakat” di wilayah tersebut.
“Apa yang kita lihat di sini adalah, kita tidak mempunyai kendali atas sungai Caqueta,” kata Ruiz.
BACA JUGA: Presiden Ekuador Nyatakan Negaranya dalam ‘Konflik Bersenjata Internal’Presiden Petro berupaya mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama enam dekade antara pasukan keamanan, gerilyawan, paramiliter sayap kanan, dan geng narkoba di negara tersebut.
Sejak menjabat pada 2022, dia telah melakukan pembicaraan damai dengan Tentara Pembebasan Nasional (ELN) dan kelompok pembangkang FARC yang paling kuat, EMC.
EMC memiliki sekitar 3.500 gerilyawan dan telah mengadakan pembicaraan dengan pemerintah sejak Oktober.
Segunda Marquetalia memiliki 1.600 gerilyawan di bawah komando mantan komandan senior FARC, Ivan Marquez, yang mengambil bagian dalam perjanjian damai sebelum mengangkat senjata lagi pada tahun 2019, menurut sumber intelijen militer. [ns/jm]