Beberapa hari lalu peluncuran komik itu diselenggarakan di United Nations Children Fund (UNICEF) House, Manhattan, New York. Rizka, komikus dan ilustrator muda asal Makassar itu, mendapatkan apresiasi Standing Applause dari sekitar 500 tamu yang hadir, terdiri dari para petinggi di PBB, diplomat, produser komik, media hingga para fans.
Rencananya komik Cipta ini akan diedarkan gratis kepada sekolah-sekolah di berbagai negara. Dengan tujuan agar perisakan di sekolah dapat dihentikan.
Berikut wawancara khusus Rizka dengan produser VOA, Naratama Rukmananda, di kantor pusat PBB, Manhattan, New York:
VOA: Halo Rizka. Bagaimana kesan pertama saat mendapat kabar menang di kompetisi ini?
Rizka: Pertama kali dengar menang, ya, awalnya nggak percaya. Soalnya aku takut kalau menang nanti nggak tahu caranya mengatur waktu antara menggambar dengan sekolah. Takut nanti ketinggalan pelajaran. Pas menang saya langsung panik… takut. Lalu tim UNICEF dari Jakarta datang ke rumah. Aku tambah panik, ternyata aku ‘benar-benar menang, ya.’ Akhirnya di situ baru sadar. Nah, waktu sampai di New York, aku memang benar-benar menang. Aku mikir begitu.
VOA: Bagaimana tanggapan dari orang tua?
Rizka: Awalnya orang tua nggak terlalu itu (percaya) ya. Aku bilang ke mereka.. "gini Bu, aku masuk 10 besar lomba komik". Jawabnya "Oh gitu terus?.” Baru orang tua kaget saat UNICEF Jakarta datang ke rumah. Ibu langsung sadar "Oh ini yang lomba komik, ya". Kalau teman-teman di sekolah mereka sangat suportif sekali soalnya mereka bilang “kamu itu gak usah sekolah. Fokus di komik aja…”
VOA: Bagaimana proses pembuatan komik ini?
Rizka: Proses itu sudah mulai dari bulan April sampai pertengahan bulan Juni. Itu pas lagi sibuk-sibuknya ujian nasional. Jadi konsep awalnya ini diangkat dari tema lomba tahun ini UNICEF Comic Contest, yaitu tentang End Violence. Terus di situ aku coba bikin konsep, untuk melawan silence dengan silence. Jadi untuk melawan diam, jangan diam. Caranya bisa membuat superhero yang tidak mempunyai destruktif superpower tapi juga loveable buat orang baca, dengan sketch.
VOA: Mengapa melawan dengan sketch atau menggambar?
Rizka: Menggambar itu salah satu metode silence, yang diam jadi menggambar. Walaupun itu tidak bersuara tapi (secara tidak langsung) itu bersuara dalam bentuk visual ya. Dan karena bentuknya visual itu lebih gampang diimplementasikan dalam bentuk komik.
BACA JUGA: Remaja Makassar Menang Lomba Komik Dunia dengan Superhero ‘Cipta’VOA: Mengapa membentuk karakter bernama Cipta?
Rizka: Seminggu sebelum deadline saya sudah bikin tiga karakter khusus buat lomba ini. Tapi pas mau submit (menyerahkan, red.) saat hari deadline, saya berubah pikiran, sepertinya karakter-karakter ini terlalu mainstream. Akhirnya saya hapus semuanya mulai dari awal. Lalu 12 jam sebelum deadline di situ saya mulai terpikir untuk membuat Cipta. Kenapa? karena ini saya terpikir karakter ini mempunyai superpower yang bisa membuat gambarnya menjadi benda hidup dan bisa dikendalikan. Nah, jadi itu dia mampu menciptakan, makanya saya beri nama Cipta.
VOA: Siapa superhero idola Rizka?
Rizka: Saya paling suka superhero dari DC namanya Jason Todd. Dia itu sebenarnya Robin. Robin ketiga dari Batman. Jason Todd sempat ada di episode khusus di mana dia dibunuh oleh Joker. Terus dibuat voting untuk para fansnya apakah mereka membiarkan Jason Todd mati atau hidup. Ternyata fansnya banyak yang mengirim foto “let him live”. Akhirnya karakter ini kembali hidup berkat bantuan Lazarus Pit. Kalau superhero dari Jepang, saya suka namanya Todoroki. Dia sekolah di semacam sekolah khusus buat superhero.
VOA: Apakah pernah membaca komik Indonesia?
Rizka: Komik Indonesia suka tapi komik Indonesia yang sekarang ya. Kalau untuk komik yang zaman dulu itu saya belum baca semuanya, tapi sering dapat rekomendasi dari orang tua untuk baca versi aslinya.
VOA: Siapa yang membuat story board hingga coloring?
Rizka: Bulan April saya sudah mulai bikin semacam draft storynya. Tapi karena saya tidak tahu menulis, jadi saya membuat storyboardnya saja. Setelah itu, saya kirim storyboardnya ke penerbit, mereka merubah dalam bentuk teks, lengkap dengan dialognya, sampai panel ke berapa. Terus setelah direvisi beberapa kali, kami lanjut membuat sketch komiknya. Setelah sudah tidak ada lagi yang akan direvisi lanjut ke inking. Jadi saya yang inking semuanya. Terus coloring, Saya coloring di beberapa halaman, tidak semua soalnya coloring itu bertepatan dengan pendaftaran SBMPTN.
VOA: Bagaimana mengatur waktu antara ujian sekolah dan pendaftaran SBMPTN?
Rizka: Saya kalau sudah bekerja susah stop. Kalau lagi menggambar bisa lebih dari 12 jam kerja. Karena ada SBMPT, saya balap semua coloring komik saya sampai ngga tidur dua hari.
VOA: Apakah cerita tentang bully di sekolah ini merupakan pengalaman pribadi?
Rizka: Sebenarnya itu bukan cuman pengalaman pribadi, tapi gabungan dari pengalaman yang pernah saya lihat atau pengalaman dari teman.
VOA: Apakah masih ada bullying di sekolah saat ini?
Rizka: Kalau di sekolahku itu jujur ya, bullying itu masih sering dianggap hal yang normal. Kita merasakan sekarang juga ada beberapa guru yang itu yang suka menganggap hal itu normal. Terus untuk bisa meminimalisir masalah bullying sekolah itu, ya kita harus bisa membuat teman-teman sekolah sadar kalau bullying itu bukan hal yang normal. Seharusnya mereka tidak boleh menganggap hal ini normal. Kita juga perlu membuat guru sadar dan mereka harus memberikan contoh yang baik kepada murid-murid.
VOA: Setelah ini apakah ada kelanjutan cerita dari Cipta atau superhero baru?
Riska: Rahasia… Itu rahasia.
VOA: Lulus SMU, Rizka akan melanjutkan kemana?
Riska: Hasil SBMPTN, Alhamdulillah, saya diterima di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, jurusan Desain Komunikasi Visual. Dan saya bakal tetap menjadi komikus dan ilustrator.
VOA: Apa pesan dari Rizka untuk anak-anak sekolah yang menjadi korban bullying?
Rizka: Buat yang sering merasa terbully di sekolah, kalau misalnya, kalian penyendiri cobalah mencari teman yang sama dengan hobi kalian. Kalian harus bisa membuat diri kalian mempunyai teman yang mempunyai hobi yang sama itu. Memang susah sih kalau mau buat ngomong sama orang lain. Apa lagi kalau kalian itu orang yang pemalu. Tapi jangan berhenti untuk mencoba. Kan, kita ngga bakal tahu apa yang terjadi selanjutnya. Kalau kalian bicara walaupun kalian salah, semuanya tidak apa-apa. Kalian akan baik-baik saja, tetap hidup dan bernafas. Itu menurutku. Itu ideologiku.
Buat kalian yang suka membully teman, kalian harus sadar. Menurutku mereka mempunyai masalah sendiri, jadi mereka seperti menyalurkan penggambaran mereka kepada teman-teman lain. Jadi kalau kalian mau marah, punya masalah sendiri, jangan mem-bully teman. Sebaiknya dibicarakan. [nr]