Rumah Sakit Bangkok: Sebagian Besar Korban Luka Parah dari Singapore Airlines, Perlu Operasi Tulang Belakang

  • Associated Press

Direktur Rumah Sakit Samitivej Adinun Kittiratanapaibool berbicara kepada wartawan saat konferensi pers di Bangkok, Thailand, Kamis, 23 Mei 2024. (AP/Sakchai Lalit)

Banyak orang yang terluka parah dalam penerbangan Singapore Airlines yang mengalami turbulensi parah memerlukan operasi pada tulang belakang mereka, kata sebuah rumah sakit di Bangkok, Kamis (23/5)

Dua puluh orang masih dalam perawatan intensif dan seorang pria Inggris berusia 73 tahun meninggal setelah Boeing 777, yang terbang dari bandara Heathrow London ke Singapura, turun mendadak menyusul cuaca yang bergejolak di atas Laut Andaman pada hari Selasa.

Seorang pejabat hubungan masyarakat di Rumah Sakit Samitivej Srinakarin, yang telah merawat lebih dari 100 orang yang terluka akibat bencana tersebut, mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa rumah sakit setempat lainnya telah diminta untuk meminjamkan dokter spesialis terbaik masing-masing untuk membantu perawatan tersebut. Ia meminta untuk tidak disebutkan namanya karena kebijakan rumah sakit.

Para penumpang menggambarkan "teror tiada tara" saat pesawat bergetar, benda-benda lepas beterbangan, dan orang-orang terluka terbaring lumpuh di lantai pesawat.

BACA JUGA: Turbulensi Singapore Airlines: 20 Penumpang Masih Dirawat Intensif

Masih belum jelas apa sebenarnya yang menyebabkan turbulensi yang menyebabkan pesawat itu, yang membawa 211 penumpang dan 18 awak, turun ke ketinggian sekitar 1.800 meter dalam waktu sekitar tiga menit. Penerbangan dari London ke Singapura itu dialihkan ke Bangkok, Thailand.

Dalam salah satu laporan terbaru tentang kekacauan di pesawat itu, Amelia Lim, warga Malaysia berusia 43 tahun, menggambarkan dirinya tertelungkup di lantai.

“Saya sangat takut… Saya melihat begitu banyak orang di lantai, mereka semua berdarah. Ada darah di lantai dan juga pada tubuh orang-orang itu,” katanya kepada surat kabar online Malay Mail.

Perempuan yang duduk di sebelahnya "tergeletak dan tidak bergerak di lorong, kemungkinan besar menderita cedera pinggul atau tulang belakang," tambahnya.

Pasien yang dirawat di ICU termasuk enam warga Inggris, enam warga Malaysia, tiga warga Australia, dua warga Singapura, dan masing-masing satu orang dari Hong Kong, Selandia Baru, dan Filipina, kata Rumah Sakit Samitivej Srinakarin. Rumah sakit itu mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan perawatan medis kepada total 104 orang.

Pihak berwenang Thailand mengatakan pria Inggris yang meninggal tersebut kemungkinan mengalami serangan jantung. Penumpang menggambarkan bagaimana awak pesawat mencoba menyelamatkannya dengan melakukan CPR selama sekitar 20 menit.

Your browser doesn’t support HTML5

Insiden Turbulens Parah Singapore Airlines, Pakar Ingatkan Sabuk Pengaman

Kebanyakan orang mengasosiasikan turbulensi dengan badai besar, namun jenis yang paling berbahaya adalah turbulensi udara jernih. Pergeseran angin dapat terjadi di awan tipis atau bahkan di udara cerah dekat badai petir, karena perbedaan suhu dan tekanan menciptakan arus kuat di udara yang bergerak cepat.

Menurut laporan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS pada tahun 2021, turbulensi menyumbang 37,6persen dari semua kecelakaan pada maskapai penerbangan komersial besar antara tahun 2009 dan 2018. Federal Aviation Administration, lembaga pemerintah AS lainnya, mengatakan dari 2009 hingga 2021 146 penumpang mengalami cedera serius akibat turbulensi yang menghantam pesawat yang mereka tumpangi.

Pakar pariwisata dan penerbangan Anita Mendiratta, yang berbasis di London, mengatakan turbulensi ekstrem ini "sangat tidak biasa."

Dia mengatakan penumpang harus mendengarkan instruksi untuk tetap mengenakan sabuk pengaman, memastikan bahwa bagasi jinjing disimpan dengan aman saat tidak digunakan, dan mengurangi barang yang disimpan di kompartemen atas.

“Ketika terjadi turbulensi, pintu-pintu kompartemen dapat terbuka dan semua barang yang berada di atas, baik itu tas jinjing, jaket, belanjaan bebas bea, dan lain-lain semuanya bisa beterbangan dan menjadi risiko bagi kita semua,” katanya kepada kantor berita Associated Press. [lt/ab]