Rusia, pada Selasa (8/8), sepakat dengan sekutunya Iran dalam menolak upaya Barat untuk mempertahankan pembatasan terhadap Iran meskipun kesepakatan nuklir tahun 2015, yang dimaksudkan untuk mencegah program nuklir Teheran dengan imbalan keringanan sanksi, telah gagal.
Setelah pertemuan antara wakil menteri luar negeri masing-masing di Teheran, kementerian luar negeri Rusia mengatakan Moskow dan Teheran sepakat bahwa kegagalan untuk mengimplementasikan kesepakatan itu berasal dari "kebijakan 'tekanan maksimum keliru' yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan sejumlah pihak yang beranggapan sama."
Presiden AS Donald Trump keluar dari kesepakatan yang dikenal sebagai JCPOA pada 2018 sambil tetap memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Iran. Hubungan Iran dengan negara-negara Barat telah memburuk sejak saat itu, ketika Iran meningkatkan program nuklirnya.
Tetapi Rusia, yang menandatangani kesepakatan itu bersama AS, China, Inggris, Prancis, Jerman, dan Uni Eropa, telah memperdalam hubungannya dengan Iran sejak menginvasi Ukraina pada 2022.
Perang tersebut, yang disebut Rusia sebagai "operasi militer khusus," telah mendorong hubungannya sendiri dengan Barat ke tingkat terendah dalam beberapa dekade.
Sejumlah sumber kepada Reuters mengatakan pada bulan Juni lalu bahwa para diplomat Eropa telah memberi tahu Iran bahwa mereka berencana untuk bergabung dengan AS dalam mempertahankan sanksi terhadap program rudal balistik Iran berdasarkan kesepakatan nuklir tersebut akan berakhir pada bulan Oktober.
Para diplomat tersebut memberikan tiga buah alasan: penggunaan drone Iran dalam invasi Rusia di Ukraina; kemungkinan bahwa Iran dapat mengirimkan rudal balistik ke Rusia; dan merampas keuntungan yang didapat Iran dari kesepakatan nuklir, yang Iran langgar setelah AS keluar dari kesepakatan tersebut. [my/jm]