Rusia menyatakan sedang mencermati perkembangan situasi di Greenland, setelah Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump menolak untuk mengesampingkan langkah militer maupun ekonomi dalam mengambil alih wilayah tersebut dari Denmark.
“Kami mencermati perkembangan situasi yang bisa dibilang dramatis ini, namun sejauh ini, puji Tuhan, semuanya baru sebatas pernyataan,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, Kamis (9/1).
“Kawasan Arktik adalah zona kepentingan nasional dan strategis kami. Kami sudah ada di sana, dan akan terus berada di sana,” tambahnya.
Greenland, yang sebagian besar wilayahnya berada di atas Lingkar Arktik, telah menjadi bagian resmi Kerajaan Denmark sejak tahun 1953, meski wilayah tersebut memiliki pemerintahan sendiri.
Keamanan nasional AS
Menanggapi pertanyaan dalam konferensi pers di Florida, Selasa (7/1), Donald Trump mengatakan Amerika Serikat membutuhkan Greenland demi keamanan nasional, dan ia tidak menutup kemungkinan menggunakan cara ekonomi maupun militer untuk mencapai tujuan itu.
BACA JUGA: Prancis Peringatkan Trump Soal Ancaman terhadap Kedaulatan Eropa terkait Rencana Menguasai Greenland“Bahkan orang tidak tahu apakah Denmark memiliki hak hukum atasnya. Namun kalau iya, mestinya mereka melepaskannya karena kita butuh Greenland untuk keamanan nasional. Ini demi dunia bebas. Saya bicara soal melindungi dunia bebas,” ujar Trump.
“Ada kapal China di mana-mana. Ada kapal Rusia di mana-mana. Kami tidak akan membiarkannya,” imbuhnya.
Persaingan kekuatan global
Seperti banyak wilayah Arktik lainnya, suhu Greenland mengalami pemanasan yang pesat. Menurut analis Liana Fix dari Council on Foreign Relations, kondisi tersebut mengubah situasi geopolitik di kawasan itu.
“Arktik makin hari semakin menjadi arena persaingan kekuatan besar. Amerika Serikat khawatir akan tertinggal,” kata Fix.
“Arktik kian mudah diakses, baik untuk perdagangan maupun mineral penting, terutama mineral tanah jarang. Selain itu, kawasan ini juga makin termiliterisasi,” tambahnya, seraya menyoroti kerja sama Rusia dengan penjaga pantai China di wilayah Arktik.
Tidak untuk dijual
Denmark secara tegas menegaskan bahwa Greenland tidak dijual. Menteri Luar Negeri Denmark, Lars Lokke Rasmussen, menolak anggapan bahwa pernyataan Trump itu memicu krisis kebijakan luar negeri bagi pemerintahnya.
“Saya melihat seorang presiden yang akan segera masuk ke Gedung Putih dengan fokus lebih besar pada Arktik. Saya bisa memahaminya, karena kami di pihak Denmark juga fokus pada wilayah itu, demikian pula NATO,” tutur Rasmussen, Rabu (8/1).
Menurut analis Fix, Denmark menghadapi dilema. “Denmark jelas mengetahui bahwa peningkatan kerja sama dengan Amerika Serikat, baik di bidang investasi maupun kerja sama militer, sebetulnya menguntungkan semua pihak,” ungkap Fix kepada VOA.
Beberapa pemimpin Eropa menolak komentar Trump, meski kebanyakan menahan diri untuk tidak mengkritik presiden terpilih AS tersebut secara langsung.
Kanselir Jerman Olaf Scholz menegaskan nilai-nilai dasar Barat dipertaruhkan. “Prinsip tak bisa diganggunya perbatasan berlaku untuk setiap negara, terlepas apakah letaknya di timur atau di barat kita,” katanya.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, bersikap lebih tegas. “Tidak dapat diterima bagi Uni Eropa untuk membiarkan negara mana pun di dunia, termasuk Rusia, menentukan perbatasan kedaulatannya,” ujarnya, Rabu (8/1).
Kemerdekaan Greenland
Sementara itu, pemerintah Greenland terus mendorong referendum untuk kemerdekaan penuh, dan menegaskan bahwa hanya rakyat Greenland yang berhak menentukan masa depan wilayah tersebut.
“Greenland memasuki era baru dan memulai tahun di mana Greenland menjadi pusat perhatian dunia. Rakyat Greenland adalah satu, terlepas di mana pun mereka tinggal. Dan sebagai rakyat, di masa seperti sekarang ini, kita harus bersatu agar siap memasuki masa depan baru yang tengah kita tuju,” kata Perdana Menteri Greenland Múte Egede saat berkunjung ke Kopenhagen, Kamis (9/1). [th/em]