Kementerian Pertahanan Rusia telah menerbitkan sebuah peringatan keselamatan baru untuk kapal-kapal dengan tujuan pelabuhan Ukraina, dua hari setelah membatalkan persetujuan yang mengizinkan kapal-kapal yang memuat gandum Ukraina berlayar melewati Laut Hitam.
Pernyataan itu diterbitkan di aplikasi Telegram dan mengatakan mulai tengah malam waktu Moskow pada Kamis (20/7), “Semua kapal yang berlayar di Laut Hitam dan bergerak menuju ke pelabuhan Ukraina akan dianggap sebagai kapal yang memuat perlengkapan militer.”
Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa, “negara-negara pemilik kapal itu dianggap terlibat dalam konflik Ukraina dan berada di pihak rezim Kyiv.”
Kepala Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), Samantha Power, mengatakan kepada VOA di Kyiv, pada Rabu (19/7), “negara-negara dan pemimpin-pemimpin baik dekat maupun jauh harus mengecam secara terbuka keputusan Rusia untuk menarik diri dari inisiatif yang mengupayakan agar gandum dari Ukraina dapat dikirimkan ke sejumlah negara di dunia. Dua pertiga dari gandum yang berasal dari Inisiatif Ekspor Gandum Laut Hitam ditujukan untuk negara-negara berkembang.”
Inisiatif Pengiriman Gandum dari Laut Hitam, yang merupakan sebuah perjanjian yang dimediasi oleh PBB dan Turki pada tahun lalu, mencabut blokade yang diterapkan Rusia pada pelabuhan Ukraina sejak invasi Rusia berlangsung pada Februari 2022.
Rusia mengumumkan, pada Senin (17/7), bahwa pihaknya tidak akan memperbarui perjanjian tersebut, yang disebut telah membantu sejumlah negara yang bergantung pada gandum dari Ukraina untuk mengatasi kekurangan pangan dan inflasi yang mereka alami.
“Saya menyaksikannya secara langsung pada tahun lalu bahwa negara-negara seperti Somalia, Kenya, dan Lebanon, sangat bergantung pada impor gandum dari Ukraina. Jadi, seperti yang Anda tahu, situasi kali ini bukanlah saatnya bagi negara-negara untuk mundur dan menyesali perkembangan yang terjadi. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk hadir atau terlibat secara langsung berbicara dengan para diplomat Rusia mengenai dampak dari pemberhentian perjanjian tersebut pada harga pangan global,” ujar Power kepada VOA. [jm/lt/rs]