Rusia Veto Resolusi PBB yang Serukan Gencatan Senjata Segera di Sudan

  • Associated Press

Seorang tentara Sudan berdiri di belakang senapan mesin yang berada di atas truk pikap militer di luar sebuah rumah sakit di Omdurman, Sudan, pada 2 November 2024. (Foto: AFP/Amaury Falt-Brown)

Rusia pada Senin (18/11) memveto resolusi PBB yang menyerukan gencatan senjata segera dalam perang antara pasukan militer dan kelompok paramiliter Sudan, dan pengiriman bantuan kemanusiaan bagi jutaan orang yang sangat membutuhkan.

Sekutu Rusia, China, mendukung resolusi yang disponsori oleh Inggris dan Sierra Leone, bersama dengan semua anggota Dewan Keamanan PBB lainnya. Tetapi veto Moskow menggagalkan langkah tersebut.

Merespons pemblokiran tersebut, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, yang memimpin pertemuan itu, mengungkapkan rasa frustasinya kepada Dewan Keamanan PBB.

“Saat Inggris melipatgandakan bantuan, Rusia justru memblokir akses bantuan. Saat Inggris bekerja sama dengan mitra-mitra Afrika kami, Rusia memveto keinginan mereka. Kejam, jahat, dan sinis! Veto Rusia hari ini mengirimkan pesan kepada pihak-pihak yang bertikai bahwa mereka kebal terhadap hukum. Bahwa mereka dapat mengabaikan komitmen dan tanggung jawab untuk melindungi rakyat mereka sendiri.”

BACA JUGA: Laporan PBB Peringatkan Kemungkinan Terjadinya Kelaparan yang Diperburuk oleh Konflik dan Guncangan Iklim

“Biar saya perjelas. Saya tidak akan berhenti menyerukan lebih banyak tindakan untuk melindungi rakyat Sudan. Saya tidak akan berhenti menyerukan lebih banyak bantuan. Saya tidak akan berhenti bekerja sama dengan mitra-mitra kami di Afrika dan di seluruh dunia untuk membantu, (karena) Inggris tidak akan melupakan Sudan,” tambah Lammy.

Sementara itu, Deputi Perwakilan Tetap Rusia di PBB Dmitry A. Polyanskiy menjelaskan keputusan dibalik veto tersebut.

“Yang menjadi masalah utama dengan proposal resolusi Inggris itu adalah adanya pemahaman yang salah tentang siapa yang harus bertanggung jawab melindungi warga sipil Sudan, untuk mengontrol perbatasan dan keamanan di negara itu. Juga siapa yang harus mengambil keputusan untuk mengundang pasukan asing ke Sudan?” kata Polyanskiy.

Sudan terjerumus ke dalam konflik sejak April 2023, ketika ketegangan yang telah lama membara antara militer dan pemimpin paramiliter meletus di ibu kota, Khartoum, dan meluas ke wilayah lainnya, termasuk Darfur barat. Darfur barat telah dilanda pertumpahan darah dan pertikaian sejak 2003. PBB baru-baru ini memperingatkan bahwa Sudan telah berada di ambang kelaparan. [em/ns]