Senat Thailand pada hari Selasa (2/4) akan memperdebatkan rancangan undang-undang untuk melegalkan pernikahan sesama jenis, seiring upaya negara tersebut untuk menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengakui kesetaraan pernikahan.
Thailand telah lama memiliki reputasi internasional dalam hal toleransi terhadap komunitas LGBTQ. Namun, para aktivis komunitas itu telah berjuang selama beberapa dekade untuk melawan sikap dan nilai-nilai konservatif.
DPR Thailand dengan mudah menyetujui rancangan undang-undang tersebut pekan lalu, dan kini RUU itu beralih ke Senat yang dipilih tidak melalui proses pemilu. Senat Thailand didominasi oleh orang-orang konservatif yang ditunjuk oleh junta terakhir.
Kini para senator akan membahas RUU tersebut, yang akan mengubah referensi untuk “pria,” “perempuan,” suami,” dan “istri,” dalam undang-undang pernikahan menjadi istilah netral gender dan akan mengadakan pemungutan suara pertama sebelum meneruskannya ke komite untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
BACA JUGA: DPR Thailand Loloskan RUU yang Legalkan Pernikahan Sesama JenisSenat tidak dapat menolak undang-undang tersebut, tetapi dapat mengirimkannya kembali ke DPR untuk diperdebatkan lebih lanjut selama 180 hari.
RUU ini akan kembali untuk menjalani dua kali pemungutan suara di Senat, dengan pemungutan suara berikutnya diperkirakan paling cepat berlangsung pada Juli mendatang.
Hingga kini di seluruh Asia, hanya Taiwan dan Nepal yang mengakui pernikahan sesama jenis. Pada tahun lalu, pengadilan tertinggi India menangguhkan keputusan tersebut ke parlemen, dan pengadilan tertinggi Hong Kong berhenti sesaat sebelum memberikan hak pernikahan penuh.
Meskipun Thailand memiliki reputasi dalam hal toleransi, sebagian besar penduduk negara mayoritas pemeluk agama Buddha ini masih memiliki pandangan konservatif, dan kelompok LGBTQ, meski cukup terlihat di depan publik, masih menghadapi hambatan dan diskriminasi. [ti/rs]