Kaisar Jepang Naruhito menyatakan kesedihan yang mendalam atas penderitaan orang-orang dalam konflik di berbagai penjuru dunia dan menekankan pentingnya dialog dan kerja sama dalam pidato yang dirilis pada hari ulang tahunnya yang ke-63, Kamis (23/2).
Naruhito tidak menyebutkan nama negara lain dalam pidatonya yang terkesan hati-hati menjelang peringatan satu tahun dimulainya invasi Rusia ke Ukraina.
Ia mengatakan banyak orang yang terkena dampak perang dan konflik telah terbunuh, terluka dan terpaksa menjadi tunawisma, sedih dan takut, sementara yang lain menderita di bawah penindasan, kemiskinan dan prasangka.
“Saya merasakan kesedihan yang mendalam atas kenyataan sulit yang dihadapi dunia,'' kata Naruhito pada konferensi pers istana untuk media Jepang menjelang hari ulang tahunnya.
Agar semua orang dapat hidup dengan damai dan bebas dari kesedihan dan rasa sakit, “Saya sangat merasakan pentingnya bagi setiap negara untuk tidak hanya memikirkan dirinya sendiri tetapi juga terlibat dalam dialog untuk mengatasi perbedaan dan bekerja sama dalam memecahkan masalah,'' katanya. “Kita menghadapi pertanyaan tentang apa yang dapat kita masing-masing lakukan untuk mewujudkan dunia yang damai.''
Pada Kamis pagi, Naruhito menyapa para simpatisan yang bersorak dan melambai-lambaikan bendera kecil Jepang yang diizinkan berkumpul di istana untuk merayakan ulang tahunnya untuk pertama kalinya sejak ia naik tahta pada 2019 setelah absen selama tiga tahun karena pandemi.
“Saya benar-benar senang merayakan ulang tahun saya dengan semua orang seperti ini untuk pertama kalinya (sebagai Kaisar),” katanya dalam pidato singkat dari balkon istana.
Ia dan keluarganya semuanya berpakaian formal dan memakai masker selama penampilan singkatnya. Naruhito didampingi oleh Permaisuri Masako dan putri mereka, Putri Aiko, kini berusia 23 tahun, serta adik laki-laki Naruhito, Putra Mahkota Akishino, dan keluarganya.
Naruhito, yang memperingati ulang tahun pernikahannya yang ke-30 pada bulan Juni dengan Masako, berterima kasih padanya karena telah menghabiskan separuh hidupnya bersamanya. “Saya berterima kasih padanya dari lubuk hati saya dan saya sangat emosional.”
“Selama hampir 30 tahun, kami memiliki banyak pengalaman bersama dan saling membantu, sambil berbagi suka dan duka.''
Mantan diplomat berpendidikan Harvard, Masako telah bergumul dengan depresi dan gejala-gejala lain yang dipicu oleh stres yang ia kembangkan segera setelah melahirkan Aiko dan menghadapi tekanan untuk memiliki seorang putra untuk melanjutkan suksesi kekaisaran. Tradisi Jepang mengharuskan jabatan kaisar hanya untuk laki-laki. [ab/lt]