Sadaf Jaffer, Muslimah Pertama yang Menjabat Walikota di Amerika

  • Utami Hussin

Sadaf Jaffer, Muslimah yang menjabat Walikota di Montgomery Township, New Jersey AS (Courtesy: YouTube).

Pada Januari 2019 lalu, Sadaf Jaffer diambil sumpahnya sebagai walikota Montgomery, New Jersey. Selain menjadi Muslimah pertama yang menjadi walikota di Amerika Serikat, Sadaf juga menyandang beberapa hal pertama lainnya.

Tepat tanggal 3 Januari lalu, Sadaf Jaffer menjadi Muslimah pertama yang menjabat walikota di Amerika Serikat. Ia dilantik sebagai walikota Montgomery, kota berpenduduk sekitar 25 ribu orang yang terletak di sebelah utara kota Princeton, New Jersey.

Ia sekaligus menjadi perempuan warga Amerika keturunan Pakistan, Asia Selatan, pertama yang menjadi walikota di negara ini.

Komite Kota Montgomery beranggotakan lima orang. Setiap tahun, mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi walikota.

Ketika Sadaf pertama kali pindah dan bermukim di kota itu pada tahun 2012, kelima pejabat di dalam Komite Kota yang tergolong makmur itu semuanya warga kulit putih dari partai Republik. Namun kota itu semakin beragam dan semakin didominasi pendukung partai Demokrat. Ketika Sadaf merasa bahwa komite tidak lagi mewakili warga secara keseluruhan, baik dalam hal ras maupun agama, ia mengambil langkah besar pada tahun 2016. Sadaf mencalonkan diri untuk jabatan politik.

BACA JUGA: Diserang Arab Saudi, Dua Perempuan Muslim Anggota Kongres AS Justru Makin Unjuk Gigi

Dalam wawancaranya dengan Robert Meola dari The Montgomery News, Sadaf mengatakan, "Saya diminta mencalonkan diri di Montgomery pada tahun 2016. Saya akhirnya memutuskan bahwa ini adalah peluang yang sangat baik dan tak ada yang lebih baik lagi daripada melayani komunitas saya sendiri."

Minatnya untuk terjun dalam bidang politik tidak tiba-tiba dan bukannya tanpa dukungan. Dalam berbagai wawancara dengan media massa, perempuan kelahiran Chicago, Illinois, 35 tahun silam dari orang tuanya yang imigran Muslim Pakistan itu kerap menyatakan bahwa orang tuanya selalu tertarik dengan apa yang terjadi di dunia dan mendorong ia dan adiknya untuk teguh mengejar mimpi-mimpi mereka.

Sedari kecil, ujar Sadaf, ia telah tertarik pada bidang diplomasi dan politik. Ia sangat berminat untuk memahami perbedaan budaya dan menjembatani perbedaan tersebut.

Namun minatnya kemudiah tersisihkan sewaktu menekuni studinya di Fakultas Hubungan Internasional di Georgetown University, hingga meraih gelar doktornya dalam bidang Bahasa dan Peradaban Timur Dekat dari universitas terkemuka lainnya, Harvard. Sebelum benar-benar terjun ke dunia politik, ia mengerjakan riset pasca-doktoralnya di Princeton University.

Ia tidak menang dalam pemilihan tahun tersebut. Ia kembali mengikuti pemilihan menjadi anggota Komite Kota pada tahun berikutnya dan terpilih. Tahun 2018 ia dipilih sebagai walikota oleh Komite dan dilantik awal tahun ini.

Terkait dengan minatnya dalam hal pembangunan masyarakat, Sadaf sebagai walikota mengemukakan, "Ini hal yang kita perlukan di tengah komunitas kita, di setiap komunitas, sekarang mungkin lebih diperlukan lagi, dan saya berharap dapat mewujudkan itu: mempersatukan warga, serta mendorong transparansi."

Bagaimana agama Islam memandunya dalam bekerja?

Kepada Religion News Service, Sadaf yang dibesarkan sebagai Muslim Syiah mengatakan, ia merasa ketidakadilan harus diperangi di manapun ia berada. Sejak melakukan riset mengenai Islam di Asia Selatan untuk gelar doktornya, ia juga melihat bagaimana agama dan budaya kerap saling terjalin dan bagaimana masyarakat kosmopolitan bekerja pada masa lalu. Meskipun tidak sempurna, lanjut Sadaf, Islam pada masa lampau pun menjadi salah satu keindahan yang luar biasa yang memarakkan perabadan. “Ini menginspirasi saya untuk masa mendatang,” ujarnya.

Sekarang ini ia sangat senang dapat mengenali para anggota masyarakatnya, mereka yang bekerja untuk pemerintah kota maupun berbagai LSM yang berkomitmen bekerja untuk Montgomery.

"Salah satu yang telah saya upayakan sejak menjadi anggota Komite adalah organisasi Montgomery Mosaic yang mengadakan pertemuan di berbagai tempat ibadah dan berencana untuk menyelenggarakan pertemuan di tempat-tempat lainnya yang beragam," katanya.

Tantangan terbesar yang dihadapi Amerika Serikat sekarang ini, ujar Sadaf, adalah tercabiknya jalinan sosial masyarakatnya. Sadaf mengemukakan latar belakangnya dalam bidang seni, sastra dan kajian budaya terbukti bermanfaat dalam mempersatukan warga.

Sewaktu kejahatan terkait anti-Muslim terjadi di kotanya, Sadaf memanfaatkan pengalamannya mengajar mata kuliah dalam hal sastra dan film mengenai warga Amerika keturunan Asia Selatan untuk menjadi masukan bagi para pejabat pemerintah mengenai Islamofobia. Montgomery Mosaic, lanjut Sadaf, sangat bermanfaat dalam mempersatukan warga agar dapat memahami kesamaan mereka sebagai sesama manusia.

Meski bukan Muslimah pertama yang berkibar namanya dalam politik tahun ini, Sadaf juga mengaku bangga menjadi contoh apa yang mungkin dicapai oleh Muslim dalam sistem politik Amerika. Ia berharap dirinya membantu memberi pandangan yang berbeda mengenai apa yang diapat dicapai seorang perempuan Muslim di Amerika sekarang ini. (uh)